I
Sore hari, tak
berarti merubah kota tua ini untuk tenang dan menikmati temaram dengan damai.
Masih sama, padat merayap. Asap juga masih menyusup dan berbaur dengan rasa dan
warna-warna kehidupan, menggiurkan kehidupan disini, Namun, menggerahkan lebih tepatnya.
Tak tega rasanya melihat para pengendara saling beradu klakson motor dan mobil
yang berasa saling menghina kenapa tak jalan-jalan, macet. Bising memang. Tapi
apalah daya, kota tua ini sungguh memikat para pecinta uang dan harta dunia.
Memang menggoda rasa.
Para pekerja kantoran
menenteng tas kantor mereka letih. Lengan baju yang disingsingkan mempertajam
keringat yang berkilauan dijejaring kulit. Wajahnya masam, penuh peluh.
Berjalan saling cepat menuju pemberhentian kereta yang telah dipadati hilir
manusia dengan harap sama. Sampai dirumah cepat, bertemu keluarga, dan
istirahat untuk bersiap mengulangi rutinitas yang sama esoknya. Menyebalkan
memang.
Sam, dia menegak air di
botolnya bingal. Dia haus, pasti. Pegawai kantoran yang berperawakan model itu
itu tak urung juga mendatangkan gadis yang mau menerima pegawai kantoran
sepertinya.
Dia menoleh, ada kereta
datang. Dia melangkah kearah pintu-pintu kereta yang berjajar dan berdecit
mencoba menge-rem.
Berdesak-desakan masuk tak mau mengalah. Sam
berdiri, menggelantungkan tangannya pada pegangan besi yang berjajar rapi itu.
Sudah biasa, hampir setiap hari begitu.
“Terlalu banyak penduduk” celetuknya sebal
Bapak-bapak disebelahnya berdiri hanya menoleh, walaupun berada dalam posisi setuju dengan ucapan
Sam barusan.
Dia memandang sekeliling,
hampir sama. Para pekerja, laki-laki dan perempuan yang berbaur di dalam kereta
kelas ekonomi. Laki-laki yang memakai jas dan sepatu hitam mengkilap, serta
perempuan yang memakai kemeja dan rok sebatas lutut. Rata-rata seperti itu.
Ada dia, dia berbeda. Dia
memakai kaos lengan panjang dan celana sebetis. Tidaklah cukup feminine, tapi
cukup menawan dengan rambut panjang yang digerai dengan sepatu hak tinggi yang
menghiasi kakinya. Sam, mengamatinya. Dia memang pemerhati wanita. Tapi, tidak
semuanya.
Gadis itu sepertinya tak
mengalihkan pandangannya dari kaca disebelahnya duduk, membuat Sam mendongak
ingin tahu apa yang sedang dilihatnya. Sam melihatnya membawa buku, mencoba
memicingkan matanya, judul buku itu “Senja bercinta”, Sam tersenyum.
“Yah, cantik sekali” Sam
barusan memujinya
Bapak-bapak disebelahnya
hanya menoleh dengan mencoba mencari tahu siapa sebenarnya yang cantik. Sam,
kembali bergumam.
“Apakah dia pecinta
senja> Dia sedang melihat senja.”
“Hei, anak muda. Kamu sedang
melihat siapa> Bidadari Senja” sahut bapak disebelahnya penasaran.
“oh Tuan, dia cantik sekali
yang pake kaos itu” Sam menunjukkan gadis itu.
Gadis itu bergerak, Sam
mulai risau. Apakah gadis itu harus secepat itu turun> Sam belum tahu namanya>
Padahal sering sekali sam menyayangkan gadis cantik yang turun dari kereta
lebih dulu darinya.
“Sayang sekali dia turun”
“Cih, dasar anak muda” Bapak
itu tersenyum getir melihat Sam.
Sam tak tega melepas
kepergiannya, padahal sam yakin masih banyak gadis-gadis cantik yang akan
membuatnya terpesona, dasar lelaki.
Sam sendiri bergidik dengan tingkahnya. Gadis
itu melangkah melewatinya, aroma vanilla menyebar.
Membuat bulu kuduk sam berdiri. Gadis itu mungil, dengan hak tinggi nya tidak
lebih tinggi dari Sam. Sam berasa melihat bulan jatuh kala itu. Sam merutuk
kenapa dia tidak mengambil pintu dibelakang Sam, biar bisa lama-lama mencium
wangi vanilla yang menggelitik itu, dia berjalan ke gerbong sebelah. Sam dongkol
mengikuti nafsu lelakinya. Sedikit mengintip di sela-sela tubuh yang rapat
memenuhi kereta sore itu, ‘kemana gadis itu pergi’ batinnya. ‘Bodoh, dia turun
lah’ umpatnya pada diri sendiri.
Tapi sesaat tidak terlihat lagi. Kemudian
kereta berhenti, pintu dibelakang Sam otomatis terbuka, penumpang ada yang naik
dan turun. Sam terdorong hingga menempelkan mukanya di kaca samping pintu
kereta itu, betapa beruntungnya dia. Melihat gadis itu lagi, sedang memelototi
HPnya, kemudian menyapa laki-laki diseberang. Sam seketika kalang kabut, otaknya
membuncah dan hatinya remuk redam, dia sudah mempunyai kekasih. Sam menertawai
dirinya. Segera berdiri dan memperbaiki posisinya. Pintu kereta tertutup
kembali. Dia kembali ke gantungan pergelangan besi itu lagi.
“Tidak! Aku tidak beruntung”
“Hei… Kamu kenapa>”
bapak-bapak disampingnya heran melihat tingkah konyol Sam.
“Ternyata gadis itu sudah
mempunyai kekasih” dengan mengusap mukanya lamat. Mengerjapkan matanya berat.
Dia mulai melonggarkan kancing kemejanya, dirasa panas mendera.
“kenapa tiba-tiba panas”
mengibas-kibaskan kemejanya dengan tangan kiri dan tangan kanan tetap setia
bergelantungan.
“Haha, baru segitu saja kamu
sudah mundur. Dasar anak muda. Aku turun dulu” Bapak-bapak itu kemudian
melenggang seraya menepuk pundak Sam.
“oh, stasiun berikutnya.
Terimakasih tuan. Hati-hati” Lambai Sam.
Beberapa stasiun kemudian
Sam turun. Melangkah gontai, Sebenarnya masih terlalu jauh untuk jalan kaki,
biasanya 3 hari dalam seminggu Sam naik bus. Tapi Sore itu Sam memutuskan untuk
jalan kaki. Senja sudah semakin menghilang, dia menerawang ke atas, langit
jingga sudah mulai berubah gelap dan lampu-lampu jalanan sudah berebut untuk
dinyalakan. Teringat gadis tadi, pertokoan di seberang menggodanya. Sam
melangkah cepat, dan memasuki toko buku yang entah dia sendiri tak pernah sadar
selama ini ada toko buku disana. Bahkan dia tidak begitu suka dengan buku. Dan
demi apa dia melenggang di bagian novel. Sejak kapan dia menyukai cerita romansa
bercinta> Bahkan dia selalu menyindir kakak perempuannya yang suka
menghabis-habiskan uang untuk novel, sekarang dia sedang apa>
“Dimana buku itu> Senja
Bercinta” Gumamnya, dengan terus mencari di rak-rak buku yang tak terhitung
jumlahnya. Sekitar sepuluh menit, Sam sedikit frustasi hingga akhirnya ada
gadis belia sedang memegang buku itu, Sam bertanya.
“Dimana kamu dapatkan buku
itu>”
“Aduh om, ini ada dirak novel
keluarga. Beli buat pacarnya ya” Goda gadis itu dan pergi.
Sam mati kutu disitu, ‘pacar’
batinnya berteriak. Aku bahkan tidak mempunyai teman dekat wanita. ‘Tapi aku
bukan Gay’ hatinya bergejolak dengan anggapan tentang lelaki berumur, single,
mempesona adalah gay.
“Apakah aku mempesona>”
Haha Sam menyeringai dirinya sendiri.
“Novel keluarga kenapa
judulya begitu>”
Ya, novel itu didapatkan Sam
ditumpukan buku dirak paling depan dari novel keluarga. Hatinya lega.
Sesampainya dirumah, kakak
perempuannya sedang berlinangan air mata didepan DVD ruang tamu.
“Hei.. kenapa kakak tidak
menontonnya dikamar> Bikin malu tau kalau ada yang datang. Aku saja terkejut”
“Diamlah Sam, pemeran
utamanya tenggelam di lautan pas senja” Dengan mengusap matanya pake tissue.
Senja, mendengar kata itu
Sam bergidik dan ikut duduk disamping kakaknya.
“Sedang apa kamu> Ingin
menggodaku> Sudah masuk kamarmu sana”
“Aku hanya penasaran, kenapa kakak sampe
segitunya>”
Kakaknya mulai menceritakan awal kisah film
percintaan yang menyedihkan ini.
“Seorang gadis senja yang selalu datang ke sebuah taman kota
di Venice. Dia membuat penasaran pemuda asal Mexico yang sedang berlibur seminggu
disana. (Sam sudah mulai memvisualisasikannya). Hari pertama, pemuda itu hanya
melihatnya. Hari kedua, pemuda itu berkenalan dengan gadis itu. Hari ketiga,
mereka memutuskan untuk pergi ke bibir laut Adriatik. Pemuda itu menyatakan
perasaannya, pemuda itu memberi sapu tangan jingga dengan hiasan bunga. Dan gadis itu mengatakan
“Cinta itu kata yang dikehendaki Tuhan kapan datangnya”. Hari keempat gadis itu
tidak datang ke taman saat senja. Pemuda itu bingung. Bahkan dia tidak tahu
rumah maupun kontaknya. Hari kelima, pemuda itu sudah menunggu di taman dari
pagi hingga senja. Tidak mendapati gadis itu, ada seorang ibu-ibu setengah baya
mengahmpirinya.
“Kamu menunggu gadis senja itu>”
“Iya”
“Dia tenggelam di Lautan Adriatik senja kemarin, makanya dia tidak
datang. Dia hendak mengambil sapu tangannya yang keseret ombak. Dia tidak bisa
berenang” Seketika hati pemuda itu teriris dan tegang, jantungnya berdegup tak
karuan. Sapu tangan itu darinya. Pemuda itu menangis karena merasa dialah
penyebabnya. Gadis cantik itu berakhir di Senja Adriatik. Sangat romantis. Tapi
begitu menyedihkan Sam. Dihari keenam, pemuda itu meninggalkan separuh cintanya
di Venice dan setiap taun datang ke bibir pantai menatap senja yang tak berdosa.
Hiks, , ,”
“Apakah cinta seperti itu
mungkin kak> Cinta pandangan pertama, kenapa harus senja>” Sam baru malam
ini merasa hatinya goyah dengan kata senja.
“Hei, cinta itu didatangkan
Tuhan. Tapi, pada mereka yang atas dasar rasa, bukan nafsu. Ingat Sam. Karena
pembuat naskahnya suka senja.”
“Ah, sudahlah aku kekamar
dulu. Hentikan tangisanmu kak. Kamu jadi terlihat jelek.”
“Ya! Dasar batu, patas saja
tidak ada gadis yang mendekatimu”
“Weeek, kakak juga”
Malam itu, sam mulai membaca
lembar-lembar pertama novel senja bercinta yang tak lama kemudian membuat
kantuknya tak dapat ditahan. Dia terlalu lelah.
Pagi itu dia terbangun, Sam
berangkat lebih awal. Di meja makan, Papa dan Mamanya sedang sarapan, sementara
kakaknya sudah beranjak ke perkebunan stroberi miliknya di sudut kota sana.
“Pagi Sam”
“Pagi Pa. Papa tidak ke kantor>”
Sam heran kenapa papanya tidak memakai kemeja rapi kantornya.
“Kamu masih belum ingin
bekerja di kantor papa, Sam>”
“Sam masih butuh waktu pa.”
“Sampai kapan Sam> Kamu
sudah tumbuh dewasa. Kamu mau terus-terusan jadi pegawai kantor orang lain>
Sementara papamu butuh” pembicaraan pagi ini teramat santai
“Lusa, Sam dapat proyek baru
pa, kalau saja tidak berhasil. Sam akan langsung menemani papa” Sam memakan roti
telur itu perlahan
“Sam, papa butuh ahli
pemasaran sepertimu. Papa yakin kamu sudah cukup ahli, dua tahun cukup kamu
bekerja di kantor orang lain bukan”.
“Iya pa, Sam tahu. Sam ingin
meyakinkan papa.”
“Papa sudah yakin Sam”
papanya meyakinkan Sam dengan menega kopi hangat miliknya.
“Hha, papa bisa saja. Sam berangkat
dulu pa. Ma, Sam berangkat.”
“Hati-hati Sam. Kamu jangan
terlalu focus kerja, carilah kekasih. Jangan seperti kakakmu yang masih terlalu
fokus sama kerjaan.”
“Iya Ma.”
“Kamu tak mau membawa mobil,
Sam> Tak tega melihatmu gelantungan di kereta.” Goda papanya.
“Papa jangan khawatirkan
Sam. Haha”
Sam melenggang pergi. Pagi
yang cerah, Sam berangkat dengan Bis kemudian Turun di Stasiun. Pagi ini dia
mendapatkan tempat duduk, karena memang dia berangkat lebih awal.
Betapa terkejutnya, setelah
melewati beberapa stasiun, gadis kemarin senja naik. Dan betapa terjerambabnya
dia, gadis itu duduk disebelahnya. Wangi vanilla itu tetap menggoda. Pagi ini
dia memakai celana panjang, kaos putih dan topi. Sepertinya dia suka warna
putih, kulitnya juga putih. ‘Cantik sekali’ batinnya.
Setelah beberapa menit
meneguhkan hatinya untuk bertanya, akhirnya Sam memberanikan dirinya.
“Kamu suka baca ya>”
Gadis itu sedikit terkejut
“oh, Hallo. Iya, cukupan
lah.”
Sam tidak menyangka ternyata
gadis ini ramah. Asyik juga.
“Aku kemarin melihatmu
membawa buku yang berbeda dengan hari ini”
“Wah, benarkah>
Perkenalkan, namaku Elen. Aku bisa baca buku satu sehari.” senyumnya riang
“oh.. oh A..aku Sam. Aku
selalu naik kereta, tapi baru kemarin melihatmu” Sam terbata gugup. Kembali
menguatkan jantungnya yang semakin berdegup.
“Ya, aku berkeliaran di
daerah sini baru dua mingguan. Kantor penerbit pindah. Jadi akupun ikut pindah.”
“Kamu seorang penulis>”
“Bukan. Aku hanya editor.
Kamu pasti pegawai”
“Iya, senang bertemu
denganmu, Elen. Tapi kita harus berpisah dulu. Sampai jumpa nanti sore yah”
Elen tersenyum, Sam beranjak dan tak sengaja menabrak pintu kereta listrik itu.
“Hati-hati, …Sam”
Perasaan Sam, membuncah.
Bagaimana bisa dia menabrak pintu kereta yang belum terbuka itu. Memalukan
sekali. Tapi, hatinya senang. Sam tahu namanya, Elen. Tapi, apakah laki-laki
kemarin itu kekasihnya> Hati Sam mulai rancu lagi. Bimbang seperti Ibu yang
takut kehilangan anaknya.
“Aku belum dapat kontaknya.
Nanti sore harus berjalan lebih baik. Berbicara santai dan tenang. Fyuuuh”. Sam
melangkah penuh semangat pagi ini.
“Syalala, dududu”…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar