4/18/2016

April, 17-2016


Dunia ini ditempa dengan kebiasaan manusia yang beragam. Kebiasaan itu tidak bisa dihilangkan seperti mencukur bulu ketiak. Kebiasaan itu tertanam dan memberi kebahagiaan disela kesedihan. Memberi warna di rongga spektrum pelangi. Mengisi kekosongan ketika kesepian. Menjanjikan ketenangan saat dihardik kekhawatiran. Membosankan untuk orang lain tapi berharga untuk sang pecandu.

Dia, terbiasa meluangkan dua hari dalam sebulan untuk berbelanja. Membeli baju dan celana. Membeli peralatan rias yang sudah menipis. Mengisi lemari pendingin untuk sebulan kedepan.

Dia, terbiasa meninggalkan kenyataan satu hari dalam satu bulan untuk menenangkan diri. Menyatu dengan alam. Bersemedi katanya. Untuk mensyukuri waktu satu bulan yang dilaluinya dengan penuh berkah.

Dia, terbiasa menjadikan akhir pekan sebagai ajang balas dendam. Dihabiskan waktu untuk mengistirahatkan tubuh sebelum diterjak badai kesibukan sepekan kemudian.

Dia, terbiasa menyempatkan diri untuk ke makam suami-istri sebelum pergi bekerja. Untuk mengingat hidup di dunia hanya sekali, setelah itu berakhir.

Dia, terbiasa melingkari hari Jum’at untuk tidak hentinya berdoa. Hari yang penuh berkah, katanya. Dia yang selalu tak sabar menunggu hari jumat.

Begitu banyak ‘Dia’ dan kebiasaan luar biasa mereka. Begitu pula denganku. Terbiasa melingkari dua hari dalam satu atau dua bulan sekali untuk pergi ke dokter dan laboratorium. Menanti keajaiban.


Aku terbiasa melakukan apa yang ingin kulakukan. Tak panjang lebar bertanya mengapa dan bagaimana. Rasanya hidup ini terlalu cepat untuk mempertanyakan alasan ini dan itu. Aku tidak ingin melampaui batas. Tapi selalu ada makna di setiap batas yang terlampaui. Selalu ada sejarah disetiap kebiasaan.

Daf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar