Saat
rintik di bulan Januari membawa kehangatan di sebagian pemilik hati, maka bukan
untuk Sena. Dia adalah gadis malang, ditinggal pergi kekasihnya—kembali pada
jodoh yang ditentukan orang tuanya. Dia tahu dia hanya editor yang tidak punya
rumah mewah, hanya apartemen kecil cukup dibuatnya guling-guling seharian. Dia
tahu dia hanya seorang diri, setelah kematian kedua orang tuanya di rumahnya
yang habis terbakar dan dia adalah satu-satunya yang selamat, 5 tahun yang
lalu. Dan sekarang, setelah 2 tahun cukup dapat tersenyum dan bersinar seperti
gadis normal yang merasakan cinta dan mencintai, dengan perasaannya. Bukan
cinta-cintaan, bukan cinta monyet, bukan. Sekarang apa? Pemuda yang sangat
dicintainya, Redi, pergi meninggalkannya.
“Sen,
kamu tahu kan aku mencintai kamu?” Sena sudah mulai tak nyaman dengan
pembicaran yang tegang ini.
“Ya,
ada apa Red?” Redi yang duduk disebelah Sena hanya menggerakkan sedikit
tubuhnya.
“Maafkan
aku, Sen. Kamu tahu kan, orangtuaku gak pernah ngijinin aku pacaran sama kamu?”
“.
. .”
“Aku
dijdohin sama anak sahabat mama. Maafkan aku Sen. Aku sangat cinta sama kamu,
tapi aku harus ninggalin kamu. Agar kamu gak disakitin lagi sama ata-kata kasar
mama tiap kali aku jalan sama kamu.” Sena menundukkan kepalanya. Dia bangkit
dari sofa dan masuk ke kamarnya. Mengambil sesuatu, dan kembali dengan brownie box yang berisi hadiah-hadiah
dari Redi. Dia tidak menangis, tapi matanya cukup merah dan wajahnya begitu
keras.
“Ini
Red. Aku berharap aku tidak pernah nyakitin kamu lagi, dan kamu bisa bahagia
denga pilihan kamu, pilihan mama kamu.”
Sena menekan kata ‘pilihan mama kamu’
Hubungan
yang diakhiri terkadang membungkam masa lalu yang tinggal kenangan. Sena tahu
tidak harus ikut terkubur dengan sakit hati dan rasa tidak terimanya karena
ditinggalkan oleh orang-orang yang disayanginya. Tapi, matahari masih tersenyum
padanya. Hidup harus terus berlangsung, berjalan, dengan formasi dan semangat
baru.
Bersinar
dengan langkah mata yang tak lagi sembab, tak lagi memutarbalikkan badan saat
melihat mantan, tapi tersenyum dan terus berjalan kedepan dengan langkah tegap
dan aura memukau yang tak bisa tertolak oleh siapapun. Sena tak lagi hidup
dengan kegelapan, melainkan cahaya yang terus menerus meneranginya, menyinari
hari-hari bahagianya. Sena bahagis.
“God Thanks I’m shining with my own way.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar