6/05/2014

Friendship. . .

"Friends. . ."

Aku punya teman. Dan aku berteman. Aku tidak memilih-milih teman. Hanya saja, sifat manusiawi akan memilih berada disisi orang-orang yang dapat memberi rasa nyaman pada (ku) mereka. Lalu itu dikatakan memilih? Bukan, karena sesungguhnya hidup untuk dijalani, bukan dipilih.

Aku berbicara dengan teman-temanku, bercanda, tertawa, berbagi—duka, luka, tangis, dan haru. Aku menyayangi mereka, dan aku tahu mereka pun sama. Betapa beruntungnya aku bertemu mereka. Salah seorang pujangga mengatakan, teman adalah seorang bidadari yang membawamu terbang ketika dalam masalah, saling mengingatkan bagaimana caranya untuk terbang. Bukankah kata-kata itu terlalu manis? Aku mengiakan, karena pertemanan tidak menyembunyikan kalimat buruk didepan maupun dibelakangmu. Pertemanan adalah sesuatu yang sangat manis dan berakibat rindu jika tidak diramu. Seperti petuah Kahlil Gibran, bahwa petemanan adalah selalu pertanggungjawaban yang manis, tidak pernah sebuah kesempatan.

Apakah pertemanan semua memiliki rasa manis? Jangan naïf, jika hanya merindukan manis, maka buat apa ada rasa asin, asam, pahit, pedas, dan yang lainnya. Justru dengan temanlah kita berbagi segala macam rasa itu, baik dengan senyuman, atau dengan pelukan.

Aku yang (tak) sama ini juga masih memberi ruang kepada teman-temanku untuk berjalan dengan hidupnya, dengan dirinya, begitu pula denganku. Karena tentu ada masa dimana kamu akan merindukan masa-masa dirimu hanya bersama dengan kesendirianmu. Karena terkadang pada saat itulah kamu akan berpikir betapa indahnya pertemanan. BEtapa bahagianya jika kamu bersama temanmu.

Salah seorang sosok yang kupuja bertanya “Nak, sebegitu gak punya teman kah kamu sampai kemana-mana harus sendiri?”

Bukan aku tidak memiliki teman atau tak mau mengajak temanku, hanya kurasa, mereka masih akan melakukan hal yang lebih penting daripada hanya menemani membeli  sesuatu, hanya menemaniku menservis sesuatu, aku rasa aku bisa melakukannya sendiri. Namanya juga orangtua. Khawatir anaknya kesepian. Khawatir jika kehidupan ini selalu menakutinya. Khawatir jika anaknya merasa tertindih dengan ringkihnya dunia.

Aku hanya tidak ingin merepotkan mereka—yang aku yakin mereka sangat menyayangiku. Aku hanya tidak ingin mereka merasa terbebani—meskipun kutahu mereka tidak akan merasa demikian. Aku hanya tidak ingin menerima perkataan yang tersembunyi—karena jujur aku masih sulit mempercayai. Aku hanya tidak ingin ada yang tersakiti—walaupun dalam secuil asa tidak pernah terlintas.

Kurasa pertemanan adalah jalan yang akan membawamu mengetahui keajaiban Tuhan pada dunia ini. Membawamu saling berbagi, keluh kesah sedih senang bahagia. Membawamu merindukan sosok ikhlas mereka.


“Pertemanan tidak akan membawamu didepan atau dibelakang, karena dia akan membawamu beriringan…”

2 komentar: