9/01/2014

Kesempatan Itu (selalu) Ada


Aku ingin berterima kasih kepada Komunitas Peduli Kusta Universitas Indonesia (Leprosy Care Community). Bingung harus berterimakasih dengan cara apa? Akhirnya aku memutuskan untuk menuliskannya. Semoga dapat menyampaikan rasa terimakasihku. Thanks for this precious opportunity 5th International Work Camp.

 Aku ingin bercerita satu per satu sosok hebat yang mengajarkanku nilai-nilai kecil kehidupan. Sosok-sosok hebat yang kutemui di perjalanan singkatku bersama beberapa campers Indonesia dan campers Jepang. Yang pertama adalah mbah Usrek, beliau berusia 60 something. Yah sebuah prediksi yang beliau sendiri tidak mengetahui berapa usianya sebenarnya. Jaman dulu kan nggak penting gitu ya nyatet tanggal beserta tahun lahir. Sebenarnya siapa sih mbah Usrek? Namanya beneran mbah Usrek? Memangnya kenapa? Ada yang salah dengan nama itu? Nggak juga sih, hanya saja ‘Usrek’ dalam bahasa jawa artinya banyak tingkah. Sedangkan aku belum sempat menanyakan arti nama beliau sebenarnya, belum sempat. Bisa saja arti namanya adalah kejayaan kota tunggal di jaman Romawi dulu. Who knows? But her name just too unique so my heart caught by her.

Mbah Usrek adalah sosok ceria pertama yang aku jumpai di Nganget (5th IWC). Meskipun usianya sudah segitu, namun kondisi beliau masuk dalam kategori sehat. Dengan masih bisa berjalan mengambil makan ke panti untuk sarapan dan makan siang. Walaupun terkadang beliau dibantu dengan sebilah kayu sederhana untuk berjalan—menguatkan sendi kaki yang sering linu-linu. Yah kata beliau itu penyakit orang tua. Bisa saja bercandanya. Memang tidak dapat dipungkiri sendi-sendi tua disertai dengan penyakit seperti asam urat, pegal linu, dan lainnya.

“Mbah….dari mana?” Panggilan mbah adalah panggilan sayang kepada setiap warga yang usianya more than fifty. Sore itu aku dan salah seorang temanku bertemu beliau di dekat panti.

“Nyari kayu, nduk.” Kemudian kami bersalaman.

“Coba tebak aku ini siapa mbah?”

“Yo nggak inget. Sudah tua, susah ingat-ingat.” Dengan nada ceria jawaban beliau membuatku tertawa kecil.

“Kopi mbah. Inget ya, Pait. Jadi mbahe biar gampang ingetin nama saya.”

“Oh iya pait.”

Yah percakapan-percakapan enteng seperti itu yang justru terus teringat. Lawakan garingku justru yang paling nempel di hati. Lagi-lagi mendapat kesempatan berharga, dengan berbagi kebahagiaan. Kata beberapa warga sih, kedatangan kita menjadi obat rindu mereka kepada keluarga jauh yang jarang menjenguk atau bahkan nggak pernah (lagi) menjenguk. Kesempatan itu selalu ada, apalagi kesempatan untuk berbuat kebaikan, tidak akan pernah ada batasnya. Juga mbah Usrek yang tak bosan-bosannya memberikan wejangan-nasihat kepada kami untuk tidak semena-mena dengan hidup. Untuk selalu menghargai hidup sebagaimana hidup yang tidak pernah menyia-nyiakan sang pemilik kehidupan. Selagi muda, selagi masih hidup, maka itulah kesempatanmu untuk memperbaiki yang salah, memperbaiki yang tidak benar. Kesempatan itu selalu ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar