“Hidup
hanya sekali, hargailah, meski hanya omong kosong.”
Kita
tidak bisa memilih untuk hidup dan dilahirkan dari keluarga seperti apa atau
dengan siapa kelak akan hidup bersama. Tuhan sudah menuliskannya, dalam drama
masing-masing manusia. Tuhan menuliskan begitu banyak cerita, manis, tangis,
meringis, bengis, tak pelak yang tragis. Ya, namanya juga hidup.
Terkadang
lelah dengan kehidupan ini. Iya, yang hanya sekali ini. Lelah dengan kemunafikan.
Lelah dengan tawa yang menyayat. Lelah dengan pandangan yang mencabik. Lelah
dengan perasaan yang menuntut akhir bahagia. Padahal jika menuntut akhir maka
tidak aka nada lagi perasaan, berakhir. Akhir tidak selalu bahagia.
Ah,
lelah. Tapi tidak boleh. Hidup hanya sekali. Tidak cukup untuk berlelah-lelah.
Tidak cukup jika hanya untuk memunafikkan manusia lain. Tidak cukup hanya untuk
mengintropeksi manusia lain, dan lupa, dirinya sendiri belum diintropeksi.
Terlalu sibuk masuk dalam drama orang lain. Yah, hidup hanya sekali, setidaknya
nikmatilah dramamu, baik yang dibuatkan Tuhan, atau yang kau buat sendiri.
Hidup
yang hanya sekali akan terasa begitu kurang jika menginginkan semua-muanya.
Menginginkan segalanya. Maruk.
Membicarakan semuanya. Dasar manusia. Menjelekkan manusia lain di belakang dan
bermuka domba kloning saat bertatap muka. Menertawakan manusia lain untuk
kesenangan sendiri di belakang dan bermuka Barbie imitasi saat berjumpa.
Sungguh kehidupan ini melelahkan. Lelah dengan dosa. Lelah dengan kerinduan menciumi
surga. Lelah mendamba pertemuan abadi. Lelah menyakiti dan menghakimi. Lelah
beralasan menghindari takdir. Tidak muluk-muluk. Hanya berakhir baik. Tidak
harus bahagia. Akhir tidak selalu membahagiakan.
Meskipun
dirundung lelah. Ingatlah selelah apa jika harus menuliskan cerita umat manusia
yang milyaran, meski Tuhan tak pernah lelah. Selelah apa jika harus
mendengarkan doa setiap hamba yang meminta, meski Tuhan tak pernah lelah.
Selelah apa jika harus mencatat setiap kebaikan yang kau lakukan (ikhlas) tanpa
pamrih dan memisahkan kebaikan yang kau lakukan demi perbaikan kloningan
dombamu, meski Tuhan tak pernah lelah.
Nikmatilah hidupmu. Hidup hanya sekali. Bahagialah, meski tidak nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar