11/13/2014

Lelah Hidup


“Hidup hanya sekali, hargailah, meski hanya omong kosong.”

Kita tidak bisa memilih untuk hidup dan dilahirkan dari keluarga seperti apa atau dengan siapa kelak akan hidup bersama. Tuhan sudah menuliskannya, dalam drama masing-masing manusia. Tuhan menuliskan begitu banyak cerita, manis, tangis, meringis, bengis, tak pelak yang tragis. Ya, namanya juga hidup.

Terkadang lelah dengan kehidupan ini. Iya, yang hanya sekali ini. Lelah dengan kemunafikan. Lelah dengan tawa yang menyayat. Lelah dengan pandangan yang mencabik. Lelah dengan perasaan yang menuntut akhir bahagia. Padahal jika menuntut akhir maka tidak aka nada lagi perasaan, berakhir. Akhir tidak selalu bahagia.

Ah, lelah. Tapi tidak boleh. Hidup hanya sekali. Tidak cukup untuk berlelah-lelah. Tidak cukup jika hanya untuk memunafikkan manusia lain. Tidak cukup hanya untuk mengintropeksi manusia lain, dan lupa, dirinya sendiri belum diintropeksi. Terlalu sibuk masuk dalam drama orang lain. Yah, hidup hanya sekali, setidaknya nikmatilah dramamu, baik yang dibuatkan Tuhan, atau yang kau buat sendiri.

Hidup yang hanya sekali akan terasa begitu kurang jika menginginkan semua-muanya. Menginginkan segalanya. Maruk. Membicarakan semuanya. Dasar manusia. Menjelekkan manusia lain di belakang dan bermuka domba kloning saat bertatap muka. Menertawakan manusia lain untuk kesenangan sendiri di belakang dan bermuka Barbie imitasi saat berjumpa. Sungguh kehidupan ini melelahkan. Lelah dengan dosa. Lelah dengan kerinduan menciumi surga. Lelah mendamba pertemuan abadi. Lelah menyakiti dan menghakimi. Lelah beralasan menghindari takdir. Tidak muluk-muluk. Hanya berakhir baik. Tidak harus bahagia. Akhir tidak selalu membahagiakan.

Meskipun dirundung lelah. Ingatlah selelah apa jika harus menuliskan cerita umat manusia yang milyaran, meski Tuhan tak pernah lelah. Selelah apa jika harus mendengarkan doa setiap hamba yang meminta, meski Tuhan tak pernah lelah. Selelah apa jika harus mencatat setiap kebaikan yang kau lakukan (ikhlas) tanpa pamrih dan memisahkan kebaikan yang kau lakukan demi perbaikan kloningan dombamu, meski Tuhan tak pernah lelah.


Nikmatilah hidupmu. Hidup hanya sekali. Bahagialah, meski tidak nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar