12/03/2014

Perjalanan Panjang

Terkadang hati yang terluka menampakkan rona gembira. Terkadang kegembiraan dikepung kelabu. Oh sungguh kedatangan kami di hari yang menyengat dilengkapi dengan siraman air dari surga.

Semoga perjalanan yang dilakukan oleh gerombolan serdadu perdamaian diridhoi sama Tuhan dan barokah. Amin.

Berbagai hal sudah dilalui mulai dari kehujanan, gelantungan di bus-trans, becek-beceka sama air hujan, jatuh terpeleset, naik angkot, beli cimol, ketawa, terharu, khawatir, ketakutan, sedih, nggak enak, ah semuanya ada. Semarang dengan caranya yang indah untuk ingin tidak dilupakan.

Hai, Semarang. Hari Sabtu (29-11-2014) pukul 10.30 tiba di stasiun Poncol dengan satu tas carrier dan kostum a la gembel yang sangat mendukung. Memang tujuan perjalanan kami bukan untuk menghadiri fashion show, bukan untuk mencari perhatian dengan hanya faktor kostum. Perjalanan ini adalah spesial menurutku. Terkadang perjalanan paling sederhanalah yang paling istimewa. Bukan perjalanan mewah yang terkadang disesali. Semarang, berbaiklah kepada kami tiga hari kedepan. *sungkem*

Bagi kalian yang suka bepergian keluar kota. Ada tips buat yang bepergian (travelling) di akhir tahun (November-Desember-awal Januari) hindari waktu siang menjelang sore yang sangat berpotensi untuk turun hujan. Jika memang perjalanan sudah direncanakan dan tidak bisa reschedule, maka butuh persiapan yang matang. Mulai dari jas tas, jaket anti air, payung, sandal anti-air dan bawa baju ganti lebih. Hal ini menghindarkan kejadian yang tidak diinginkan. Seperti, kehujanan sehingga baju basah dan harus membuatmu membeli baju baru yang kemungkinan besar akan mengurangi uang dalam dompetmu. Padahal itu dapat menjadi uang berlebih yang dapat kamu gunakan untuk membeli barang/benda yang mungkin dapat lebih bermanfaat daripada hanya sepotong baju baru. Tapi perjalanan kita kali ini bukan untuk travelling juga, melainkan untuk mengunjungi keluarga istimewa.

Stasiun Poncol panasnya minta diguyur, tapi selang beberapa menunggu kereta kedatangan teman-teman dari Jakarta, Semarang bukan kota yang membosankan untuk menunggu.

Panas tetiba digantikan langit gelap yang merayap mendekat dengan sedikit kilatan penghias warna kelabunya. Kereta Kertajaya dari Jakarta barusan sampai, disambut rintik hujan. Dan kesalahan adalah sadar bahwa aku tak membawa perlengkapan hujan selain jas tas. Well done. Tapi bukan teman jika tidak berbagi. Ah kurang manis apalagi hidup ini dengan berteman.

Perkenalkan, teman-temanku dari UI (Universitas Indonesia) Jakarta, Yuli (Yuls), Gina (Uni), dan Riki (Ki). Kita meninggalkan stasiun Poncol sekitar pukul 13.20 buat naik BRT (sebutan buat bus-trans Semarang). Dan bermalam di kosan teman-teman Undip (Universitas Diponegoro). Keesokan paginya, perjalanan panjang baru saja dimulai. Pukul 07.15 kita sudah naik BRT jurusan terminal Terboyo, jarak 16 kilo yang ditempuh kurang lebih 21 menit. Setelah sampai di terminal Terboyo, kita berlima (Aku, Mira, Yuli, Gina, Riki) ganti bis ke terminal Jepara yang menghabiskan waktu hampir 3 jam. Pukul 10.00 wib kita sampai di terminal Jepara dan berganti bis (lagi) ke Sambung Oyot kurang lebih 2 jam perjalanan. Dan betapa luar biasanya kita sudah dijemput mobil dari Rumah Sakit dr. Rehatta (Donorojo Leprosy Center) pukul 12 lebih beberapa menit. Dengan hati berdegup tak karuan. Kita memasuki area rumah sakit yang luas dan well, I can’t say anything but happy.

Yang mengejutkan lagi, kita diberi tempat singgah yang sekelas hotel. Lengkap dengan kamar mandi, kipas angin, dispenser. Kurang apa lagi? Berterimakasih kepada pihak RS dr. Rehatta Donorojo yang luar biasa. Tak lama kemudian, kita pergi ke rumah sakit dan bertemu beberapa orang-orang hebat. Hidup penuh rasa syukur dengan keterbatasan. Kurang indah apalagi hidup ini. Kemudian pergi melihat basecamp yang lebih mirip villa yang menghadap cantik ke pantai dengan lukusan hutan disamping kiri yang disebut gua manik, dan sebelah kanan jauh disana ada benteng Portugis. Deburan ombak dan semilir angin memabukkan membuat kita berlima merasakan berdiri bulu roma.

Yang mengharukan lagi, ada bocah 14 tahun, Supri namanya, yang luar biasa baiknya. Dia terpaksa tidak melanjutkan pendidikan sekolah dasarnya ke menengah pertama, karena keterbatasan biaya. Aku mendapatkan cerita banyak dari teman-teman. Supri selalu membantu teman-teman di 2nd JWC Januari lalu. Dia anak yang baik, tidak neko-neko dan sangat polos. Aku menahan haru dan mencoba tidak menjatuhkan air mata, tapi tidak bisa. Semangat Supri. You are a good boy!

Yang paling mengharukan adalah kunjungan ke Liposos (Lingkungan Pondok Sosial). Penuh dengan orang-orang hebat. Selama ini aku selalu menganggap perlakuan satu orang akan berbeda kepada orang-orang yang lain, mungkin faktor wajah lebih cantik dapat perhatian lebih, lebih pintar dapat perhatian lebih. Tidak. Semuanya sama. Tiada yang berbeda. Semuanya punya rasa cinta. Disinilah aku menemui tidak ada perbedaan.

Meskipun aku baru pertama kali datang kesana, rasanya aku sudah mengenal mereka beberapa bulan lamanya. Kita membaur, menyatu, bercerita dan mencurahkan isi hati. Dijamu dengan mangga, pisang, kelapa muda yang baru ambil dari pohonnya. Oh Tuhan, hidup ini terkadang memang tidak adil. Tapi Engkau sungguh maha Adil. Keluarga baru yang sebenarnya bukan baru. Karena kita sontak langsung dekat dan seolah kita telah melewati kehidupan baru ini bertahun-tahun lamanya, tidak ada canggung, tidak ada sandiwara, semua apa adanya tanpa rekayasa. Rasanya aku tidak mau pulang. Lari dari kenyataan bahwa Surabaya penuh dengan bising. Disambut dengan ketenangan dan kedamaian batiniah disini. Malam datang tanpa ragu, pemadaman bergilir setiap hari terjadi di desa ini. Tapi tak menggagalkan niat untuk bakar ikan yang siangnya dibeli dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Sosok-sosok hebat yang tidak akan kulupakan. Pak Karim, Pak Suroso, Pak Joko, Pak Sarjono, Make, Ibu Baitul, mereka sungguh luar biasa. Seperti orang tua sendiri. Yang memberi nasihat dan memberi wejangan untuk kebaikan bersama.  Aku akan sangat merindukan mereka. Bahkan sekarang aku sudah merindukan mereka.

Rintik hujan menemani perjalanan kita kembali ke rumah singgah di rumah sakit. Gelap tanpa lampu membuat bapak-bapak tercinta Pak Karim dan Pak Suroso mengantarkan kita sampai rumah singgah. Kurang baik apalagi. Hiks aku mencintai mereka semua, tanpa rekayasa.


Aku berdoa dalam diam dengan hati yang tulus memohon pengharapan pada Tuhan, agar aku bisa kembali berkunjung kesana untuk waktu yang lebih lama. Lebih dalam tinggal bersama mereka. Bismillahirrahmanirrahim. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar