Terkadang
hati yang terluka menampakkan rona gembira. Terkadang kegembiraan dikepung
kelabu. Oh sungguh kedatangan kami di hari yang menyengat dilengkapi dengan
siraman air dari surga.
Semoga
perjalanan yang dilakukan oleh gerombolan serdadu perdamaian diridhoi sama
Tuhan dan barokah. Amin.
Berbagai
hal sudah dilalui mulai dari kehujanan, gelantungan di bus-trans, becek-beceka
sama air hujan, jatuh terpeleset, naik angkot, beli cimol, ketawa, terharu,
khawatir, ketakutan, sedih, nggak enak, ah semuanya ada. Semarang dengan
caranya yang indah untuk ingin tidak dilupakan.
Hai,
Semarang. Hari Sabtu (29-11-2014) pukul 10.30 tiba di stasiun Poncol dengan
satu tas carrier dan kostum a la gembel yang sangat mendukung.
Memang tujuan perjalanan kami bukan untuk menghadiri fashion show, bukan untuk mencari perhatian dengan hanya faktor
kostum. Perjalanan ini adalah spesial menurutku. Terkadang perjalanan paling
sederhanalah yang paling istimewa. Bukan perjalanan mewah yang terkadang
disesali. Semarang, berbaiklah kepada kami tiga hari kedepan. *sungkem*
Bagi
kalian yang suka bepergian keluar kota. Ada tips buat yang bepergian
(travelling) di akhir tahun (November-Desember-awal Januari) hindari waktu
siang menjelang sore yang sangat berpotensi untuk turun hujan. Jika memang
perjalanan sudah direncanakan dan tidak bisa reschedule, maka butuh persiapan yang matang. Mulai dari jas tas,
jaket anti air, payung, sandal anti-air dan bawa baju ganti lebih. Hal ini
menghindarkan kejadian yang tidak diinginkan. Seperti, kehujanan sehingga baju
basah dan harus membuatmu membeli baju baru yang kemungkinan besar akan
mengurangi uang dalam dompetmu. Padahal itu dapat menjadi uang berlebih yang
dapat kamu gunakan untuk membeli barang/benda yang mungkin dapat lebih
bermanfaat daripada hanya sepotong baju baru. Tapi perjalanan kita kali ini
bukan untuk travelling juga,
melainkan untuk mengunjungi keluarga istimewa.
Stasiun
Poncol panasnya minta diguyur, tapi selang beberapa menunggu kereta kedatangan
teman-teman dari Jakarta, Semarang bukan kota yang membosankan untuk menunggu.
Panas
tetiba digantikan langit gelap yang merayap mendekat dengan sedikit kilatan
penghias warna kelabunya. Kereta Kertajaya dari Jakarta barusan sampai,
disambut rintik hujan. Dan kesalahan adalah sadar bahwa aku tak membawa
perlengkapan hujan selain jas tas. Well
done. Tapi bukan teman jika tidak berbagi. Ah kurang manis apalagi hidup
ini dengan berteman.
Perkenalkan,
teman-temanku dari UI (Universitas Indonesia) Jakarta, Yuli (Yuls), Gina (Uni),
dan Riki (Ki). Kita meninggalkan stasiun Poncol sekitar pukul 13.20 buat naik
BRT (sebutan buat bus-trans Semarang). Dan bermalam di kosan teman-teman Undip
(Universitas Diponegoro). Keesokan paginya, perjalanan panjang baru saja
dimulai. Pukul 07.15 kita sudah naik BRT jurusan terminal Terboyo, jarak 16
kilo yang ditempuh kurang lebih 21 menit. Setelah sampai di terminal Terboyo,
kita berlima (Aku, Mira, Yuli, Gina, Riki) ganti bis ke terminal Jepara yang
menghabiskan waktu hampir 3 jam. Pukul 10.00 wib kita sampai di terminal Jepara
dan berganti bis (lagi) ke Sambung Oyot kurang lebih 2 jam perjalanan. Dan
betapa luar biasanya kita sudah dijemput mobil dari Rumah Sakit dr. Rehatta (Donorojo
Leprosy Center) pukul 12 lebih beberapa menit. Dengan hati berdegup tak karuan.
Kita memasuki area rumah sakit yang luas dan well, I can’t say anything but happy.
Yang
mengejutkan lagi, kita diberi tempat singgah yang sekelas hotel. Lengkap dengan
kamar mandi, kipas angin, dispenser. Kurang apa lagi? Berterimakasih kepada
pihak RS dr. Rehatta Donorojo yang luar biasa. Tak lama kemudian, kita pergi ke
rumah sakit dan bertemu beberapa orang-orang hebat. Hidup penuh rasa syukur
dengan keterbatasan. Kurang indah apalagi hidup ini. Kemudian pergi melihat basecamp yang lebih mirip villa yang menghadap cantik ke pantai
dengan lukusan hutan disamping kiri yang disebut gua manik, dan sebelah kanan
jauh disana ada benteng Portugis. Deburan ombak dan semilir angin memabukkan
membuat kita berlima merasakan berdiri bulu roma.
Yang
mengharukan lagi, ada bocah 14 tahun, Supri namanya, yang luar biasa baiknya.
Dia terpaksa tidak melanjutkan pendidikan sekolah dasarnya ke menengah pertama,
karena keterbatasan biaya. Aku mendapatkan cerita banyak dari teman-teman.
Supri selalu membantu teman-teman di 2nd JWC Januari lalu. Dia anak
yang baik, tidak neko-neko dan sangat polos. Aku menahan haru dan mencoba tidak
menjatuhkan air mata, tapi tidak bisa. Semangat Supri. You are a good boy!
Yang
paling mengharukan adalah kunjungan ke Liposos (Lingkungan Pondok Sosial).
Penuh dengan orang-orang hebat. Selama ini aku selalu menganggap perlakuan satu
orang akan berbeda kepada orang-orang yang lain, mungkin faktor wajah lebih
cantik dapat perhatian lebih, lebih pintar dapat perhatian lebih. Tidak.
Semuanya sama. Tiada yang berbeda. Semuanya punya rasa cinta. Disinilah aku
menemui tidak ada perbedaan.
Meskipun
aku baru pertama kali datang kesana, rasanya aku sudah mengenal mereka beberapa
bulan lamanya. Kita membaur, menyatu, bercerita dan mencurahkan isi hati. Dijamu
dengan mangga, pisang, kelapa muda yang baru ambil dari pohonnya. Oh Tuhan,
hidup ini terkadang memang tidak adil. Tapi Engkau sungguh maha Adil. Keluarga
baru yang sebenarnya bukan baru. Karena kita sontak langsung dekat dan seolah
kita telah melewati kehidupan baru ini bertahun-tahun lamanya, tidak ada
canggung, tidak ada sandiwara, semua apa adanya tanpa rekayasa. Rasanya aku
tidak mau pulang. Lari dari kenyataan bahwa Surabaya penuh dengan bising.
Disambut dengan ketenangan dan kedamaian batiniah disini. Malam datang tanpa
ragu, pemadaman bergilir setiap hari terjadi di desa ini. Tapi tak menggagalkan
niat untuk bakar ikan yang siangnya dibeli dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan).
Sosok-sosok hebat yang tidak akan kulupakan. Pak Karim, Pak Suroso, Pak Joko,
Pak Sarjono, Make, Ibu Baitul, mereka sungguh luar biasa. Seperti orang tua
sendiri. Yang memberi nasihat dan memberi wejangan untuk kebaikan bersama. Aku akan sangat merindukan mereka. Bahkan
sekarang aku sudah merindukan mereka.
Rintik
hujan menemani perjalanan kita kembali ke rumah singgah di rumah sakit. Gelap
tanpa lampu membuat bapak-bapak tercinta Pak Karim dan Pak Suroso mengantarkan
kita sampai rumah singgah. Kurang baik apalagi. Hiks aku mencintai mereka
semua, tanpa rekayasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar