12/16/2014

Togetherness


Aku bersimpuh
Memohon, kurang hina apalagi dengan hanya meminta
Berharap hidup ini tidak sia-sia
Aku berjalan
Menapak dengan sisa usia
Berharap tidak ada yang tersakiti oleh omong kosong yang kuberi
Suaraku tertelan
Terhisap oleh keraguan
Berharap Tuhan mengampuni ketahuan yang dibungkam oleh ketakutan
Aku dimanja
Dalam pelukan Bunda
Berharap Tuhan tidak akan pernah memisahkan kami
Aku dipuja
Dalam dekapan Ayah
Berharap Tuhan berpihak pada kami untuk selalu bersama

Terkadang aku lelah. Tidak. Tapi sering kali. Apakah salah jika berbohong untuk membuat pagar pembatas buat diri sendiri. Iya pembatas. Agar mereka tidak seenaknya menghakimi. Mereka yang berkuasa. Mereka yang berlebih.

Terkadang mereka akan mulai mengasihani seorang gadis yang sedang sekarat di dalam angkutan umum. Sebagian hanya melihat dengan ribuan volta keterkejutan. Lalu bagaimana jika semua itu hanya kebohongan?

Terkadang mereka akan mulai mencaci saat seorang laki-laki sedang memukul istrinya di pasar ikan dengan menggunakan alat pancing yang dibawanya. Tak tahukah seberapa terlukanya laki-laki itu jika dia harus mengatakan, umurnya tidak bisa dihitung dengan sepuluh jari tangannya lagi. Lalu bagaimana jika semua itu hanya kebohongan?

Terkadang lelah dan menyakitkan. Saat kamu sedang sekarat, nafas sudah tersengal-sengal. Badan menggigil. Mata rasanya sudah begitu berat, bahkan hanya untuk berkedip. Tapi kamu rela membohongi dirimu, semua itu dilakukan agar rona-rona kasihan dari orang-orang sekitarmu tidak tampak menjijikkan dan terkadang lebih terasa mengatakan “jangan sampai aku sepertinya” atau “ah kasihan” atau “berilah berkah padanya, aku kasihan padanya”. Ah rasa kasihan terkadang terlalu pantas bagi sebagian orang, tapi bisa menjadi rajam pemusnah yang luar biasa ampuh.

Musuh terbesarmu bahkan akan berlutut dan menumpahkan puluhan liter air matanya hanya karena kasihan padamu. Sahabat terdekatmu yang biasa hanya mementingkan dirinya sendiri akan sibuk menahan keinginannya untuk cerita tentang dirinya sendiri dan mencari sisi baikmu untuk sekedar basa-basi sebelum kamu lenyap.

Yang paling sedih diantaranya tidak lain hanyalah orang tua. Saat paling menyesakkan bagi orang tua adalah saat mereka kehilangan anak kesayangannya. Kesedihan paling mendalam yang dirasakan keluarga adalah saat salah satu anggota keluarganya pergi dan tak akan pernah kembali. Tahukah jika keluarga adalah puzzle. Jika ada satu bagian yang hilang maka keluarga itu sudah tak lengkap lagi.

Hei, tak semua mereka yang mengasihanimu adalah dengan pikiran negatif yang ada di kepalamu, wahai gadis nyunyik. Tahukan kamu bahwa mereka sepanjang hari mengkhawatirkanmu. “Apakah dia sudah makan dengan benar?” atau “Apakah semalam dia tidur dengan nyenyak?” atau “Aku ingin sekali menghabiskan hari-hariku dengannya.”

Apakah kamu tahu? Pernyataan-pernyataan tersebut justru lebih memalukan. Karena mereka hanya akan melakukan itu saat tahu aku sudah tidak lama lagi di dunia ini. Aduh, jangan naïf. Manusia itu sama saja. Mereka akan merasa kehilangan jika aku atau siapapun diluar sana hendak pergi jauh. Atau bahkan seminggu setelah kepergianmu mereka akan tak nafsu makan karena mengingatmu. Tapi waktu berjalan tidak pernah denganmu jika kamu sudah pergi. Maka rasa tak nafsu makan itu juga hilang mungkin tak lama setelah minggu-minggu berkabung.

Serapahmu akan menyakiti mereka yang benar-benar tulus ada di dekatmu. Mereka yang selalu ada untukmu. Selalu menasehatimu. Selalu memberimu pilihan yang itu tidak akan membuatmu terluka. Mereka memberikan seluruh cinta kasihnya untukmu. Dengan segenap hati menahan luka, menahan peluh, menahan air mata untuk selalu membuatmu tertawa dan bahagia. Mengjarkanmu bagaimana memuja Tuhanmu, mengasihi sesamamu. Berbagi cerita dan lara. Bergandengan tangan berjalan bersama mengitari samudera bersamamu. Ah begitu banyak sisi bahagia yang kamu sengaja hilangkan untuk membuat mereka-mereka seolah begitu jahat dan menelantarkanmu.

Ya! Kamu benar. Terlampau benar jika tidak ada kata diatas benar. Itu hanya orang tua. Bukan yang lain. Keluarga. Bahkan banyak di luar sana keluarga yang rela memenggal kepala saudaranya untuk mendapatkan tanah warisan lebih. Banyak saudara jauh di luar sana yang tiba-tiba mendekat saat kamu mendadak sekarat. Banyak saudara yang dulunya mencaci maki karena kamu tak sepaham dengan mereka dan kembali saat hartamu sudah bisa dihakimi oleh mereka. Mereka akan memanfaatkan segala yang bisa dimanfaatkan darimu dan menjauh saat tidak ada apa-apa yang kamu miliku. Terkutuk dengan kalimat pengecut-pengecut di luar sana yang mengatakan “I’m here cause I love the way you are, no matter what! I’ll always by your side”. Aku sulit mempercayai kata-kata yang begitu MULIA dan tanpa TIPU DAYA.

Oh Tuhan. Ampuni gadis malang ini yang selalu menghilangkan syukur di hidupnya. Hukumlah dia yang mulai menghakimi kebaikan. Seburuk itukah kamu menghargai kebaikan yang diberikan kepadamu? Iblis-iblis di tubuhmu sudah enggan untuk melakukan mutasi ke tuhub manusia lain. Kamu sudah memuja iblis-iblis dalam tubuhmu. Mohon ampunlah! Masih banyak waktu. Jangan andalkan keahlianmu mengarang cerita memilukan. Kamu terlampau jahat untuk itu. Seolah kamu sudah terintimidasi seumur hidupmu. Putus asa dan rasanya semua akan berakhir sebentar lagi. Rasakan hangat pelukan yang diberikan padamu dengan hati, bukan dengan kekuatan tengkorak kepalamu. Resapi kuah sup hangat dengan lidahmu bukan dengan emosi dan nafsu yang sedang melandamu. Hilangkan keluh dalam dirimu dengan rasa bersyukur kepada berkah yang diberikan oleh Tuhan.


NB: Aku dan Kamu disini bukan sosok yang menulis tulisan diatas. Aku dan Kamu adalah sosok luka dan bahagia yang terpisan beberapa ratus juta tahun silam. Luka hidup dengan kesakitan yang menganga. Semakin hari semakin tumbuh dengan dendamnya. Dan bahagia yang setiap semakin bahagia meski hanya ditemani seuntas senyum. Dan mereka mendadak dipertemukan dalam kehidupan. Semoga mereka bisa saling melengkapi dan tidak ada penghakiman satu sama lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar