2/23/2015

Aku yang (Tak) Berani

Aku tak berjiwa patriotik yang rela mati demi bangsa dan negara, demi kekasih, demi calon mertua atau siapalah. Tapi aku cukup berani untuk mengatakan aku mencintai orang tuaku. Aku berani mengatakan aku sayang mereka. Tapi apalah arti ucapan jika hanya bualan. Buktikan.

Aku bukan ksatria yang berani melawan penjahat dengan tanpa senjata. Mana lah aku berani, buru-buru lari. Tapi aku cukup berani meninggalkan rumah yang paling nyaman dan aman untuk ditinggali. Aku cukup berani untuk berjalan dibawah paparan matahari, meski terkadang inflamasi.

Saat aku tak mampu bangkit, ternyata bukan karena aku tak mampu, tapi aku tak cukup berani untuk mulai bergerak, memulai perubahan. Saat aku lelah dan putus asa, harusnya beranilah yang membuat semua lenyap dan semangat hadir kembali.

Berani bukanlah semata-mata memelototkan matamu kepada mereka preman pasar atau brandalan di pengkolan. Berani bukan melawan nasehat, bukan pula membantah. Keberanian semacam itu merugikan. Alangkah eloknya berani bersama-sama bergandeng tangan satukan visi membangun negeri demi masa depan sang penerus generasi.

Ah, bernafas masih gratis. Alhamdulillah masih bisa bersyukur. Meski dengan berat hati, kujinjing ransel di punggungku, meninggalkan rumah untuk sementara. Karena aku akan kembali ke rumah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar