Hembusan
angin malam menyelinap kedalam jaket tebalku. Aku merapatkannya, melilitkan syal di leherku lebih erat dan memasukkan tanganku kedalam saku. Meski dingin
aku tetap berjalan, menyusuri malam muda ditemani salju ketiga minggu ini.
Aku
sengaja lewat jalan memutar demi aroma penuh candu dari rumah yang selalu
membuat minuman teman santai yang menenangkan. Meski hanya lewat aku cukup
puas, aku sudah meninggalkan separuh hatiku disana. Di depan pagar besi tua
yang tinggi menjulang.
Setelah
sampai, aku berhenti tepat di depan pagar besi tua yang tegap. Aku menyesap
aroma hangat dari dalam. Hangat merayap di sela-sela rambutku. Pagar itu
memiliki satu lubang setinggi pundakku yang sering kumanfaatkan untuk melihat aktivitas
dari dalam. Hanya taman yang kudapati. Kemudian aku menyandarkan tubuhku di
pagar besi, membohongi dingin tubuh dengan hangat semunya.
“Aaak!”
Aku tersentak saat sentuhan terasa di pundakku. Aku berbalik dan mendapati
tangan bersih berisi dari dalam sana. Tangan lelaki.
“Mau
berbagi denganku?” Suara berat dan tertahan tanpa tahu bagaimana rupa wajahnya
menawariku segelas panas minuman berwarna gelap dan wangi.
“Emm”
Aku mengiakan dan menerima cangkir itu sebagai jawaban dari separuh hatiku yang
tertinggal disini.
**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar