Gadis dan Hujan.
Pandangan itu terpaku pada bayangan mungil di ujung payungan
halte. Separuh tubuh gadis itu basah. Tapi tunggu, dia membawa payung.
‘Mungkin dia sengaja melakukan itu’ pikirku.
Saat bis datang, dia tak kunjung naik, justru menunggu penumpang
yang lain naik duluan.
“Kamu tidak ingin naik?” Tanyaku padanya. Dia tidak menjawab.
Hanya mengangguk lemah.
Tak lama setelah aku duduk di kursi paling belakang, dia masuk. Dia duduk
di depanku, sengaja memilih kursi dekat jendela untuk memandang keluar. Tidak
tahu kenapa aku ingin tahu kenapa dia begitu terpukau dengan hujan.
Setelah beberapa pemberhentian bis, akhirnya dia turun. Turun
satu halte lebih dulu dariku. Saat itu hujan masih turun, meski tidak begitu
lebat. Tapi dia tidak menggunakan payung. Dia membiarkan tas dan seluruh
tubuhnya diguyur hujan. Disapu angin yang dibawa hujan. Aku menggeleng heran
melihatnya.
‘Mungkin dia begitu menyukai hujan’ batinku.
Aku sibuk dengan pikiranku sendiri.
‘Tapi apa alasannya?’ tanyaku dalam hati.
Apakah kamu mencari alasan untuk menyukai sesuatu?
Apakah cinta butuh alasan?
Begitu pula hujan, dia tidak butuh alasan untuk dicinta.
‘Tapi mengapa?’ hardikku lagi.
Jawabannya, mengapa tidak!
‘Dia bisa sakit.’ Sergahku terhadap pikiranku yang
bertanya-tanya.
Dia sudah berani memilih.
Gadis itu memilih hujan. Mungkin saja dia percaya hujan tidak
tega untuk membuatnya sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar