Jengah kulihat burung-burung itu hanya hinggap, sebentar,
kemudian pergi.
Walaupun kutahu hidup ini juga seperti burung itu, hanya
hinggap, sebentar, kemudian pergi.
Kulihat ranting yang dihinggapi itu diam saja. Kebetulan kulihat
Kutilang bercinta disana. Sebentar saja mereka hinggap, kemudian pergi.
Tak lama seekor Elang hinggap, membuat rating yang tidak terlalu
besar itu bergoyang, beberapa daun lepas dari untaiannya. Beberapa sengaja
menjatuhkan diri, takut. Sebentar saja dia. Kemudian pergi.
Seperti kamu, datang-datang membawa cinta. Entah lelah atau
bosan kemudian kamu pergi. Ya, itu juga hanya sebentar.
Kuhapus ingatan, kubidik satu gambar. Burung Gereja yang
menggigit rumput kering. Penuh paruhnya menampung calon sangkar. Dia hanya singgah,
menepis lelah. Sebentar, kemudian kembali terbang. Membangun sangkar.
Setelah lelah memandang keatas sana, aku membawa tripod dan
kameraku pergi. Mencari objek lain. Yang bisa dibidik. Yang bisa diabadikan di
persinggahanku yang singkat di kota ini.
Kuhidu angin yang tak sengaja lewat. Membawa aroma basah.
Sebentar, kemudian angin juga lekas pergi—menyampaikan pesan hujan.
Setelah seharian pelesir kota tua ini, aku pulang. Hanya
sebentar saja, tapi kusempatkan.
Januari, 06-2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar