'Bisakah kita tidak mengakhirinya
disini?'
Ini perasaanku yang sebenarnya
ingin kusampaikan padamu siang tadi, disana. Tempat dimana kita memulainya
dulu. Dan surprisingly we ended it there too. Bukankah itu plot
twist?
Jauh sebelum ada kekhawatiran hubungan
ini akan berakhir, aku ingin tempat itu menjadi tempat berbagi kebahagiaanku
denganmu, saja. Tapi, sepertinya kamu tidak memiliki pendapat yang sama tentang
tempat itu.
Ingatkah dulu kamu tiba-tiba
datang ketika hujan datang begitu derasnya lengkap dengan dua payung, satu
untukmu dan tentu saja satu untukku. Aku tidak bisa berkata-kata saat itu.
Kuharap kamu ingat. Itu kali kedua kita bertemu setelah insiden rokku yang
terbakar latu rokokmu. Kamu gelagapan mendapatiku menarik minuman dari tanganmu
dan menyiramkan kopi itu ke rokku yang sudah berasap. Kamu kemudian meminta
maaf dan mengantarkanku pulang.
Lalu bagaimana sekarang aku harus
menghadapi hujan tanpamu? Aku percaya aku bisa menghadapinya, melewatinya
seorang diri, tapi bagaimana aku bisa lupa? Bisa, mungkin. Suatu saat nanti.
Yang jelas aku tidak mengerti dengan kata-katamu.
“Sepertinya kita harus mengakhiri ini. Terlalu hambar.”
Sepertinya kamu hanya ingin mengakhirinya saja.
“Apakah memang tidak bisa diperbaiki?”
Kamu menggeleng. Bukankah itu artinya kamu memang hanya ingin
mengakhirinya denganku. Mungkin perasaanmu padaku sudah hilang. Jadinya hambar.
Sementara aku yang mengira semuanya baik-baik saja dibuat terkejut dengan
kalimatmu. Kuharap kamu menjadi lebih bijak setelah ini.
Sampai jumpa lain waktu sebagai pribadi yang lebih kuat. Salam dari
orang yang pernah jatuh hati padamu karena ketulusan dan paying birumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar