Hai,
hari ini aku ingin bercerita tentang temanku. Teman perempuanku, namanya Jim.
Jim? Perempuan? Iya namanya Jim, Jimmy Zand. Bukan nama samaran, itu namanya—pemberian
orang tuanya. Dia seorang teman yang gemar berbagi cerita padaku. Cerita
tentangnya, dia hanya ingin aku mengetahuinya. Teman yang baik, pencerita yang
baik, pemberi senyum yang baik, pengungkap kebohongan yang misterius.
Jim,
seumuran denganku. Rambutnya berwarna pirang pendek, bermata biru dan
menyenangkan. Dia tinggal di Stockholm, Swedia. Dan dia bilang, dia bangsa
Nordik campuran inggris. Well, salah
satu mata kuliahku mempelajari tentang etnografi bangsa-bangsa, aku mengingat
bangsa Nordik ini (sedikit). Dia bekerja pada salah satu majalah fashion di sana, fotografer muda. Dia
banyak mengajarkanku tentang bagaimana mengambil foto bulb yang baik, bagaimana mengatur shutter speed untuk mendapatkan gambar freeze yang baik. Tapi tetap saja, aku tak mengerti maksudnya.
Kameraku bukan kamera professional seperti miliknya. Aku hanya mengiakan aku
mengerti, jika aku tak ingin mendapatinya melotot kearahku dan mengumpat—aku tahu
dia hanya sebal dengan bebalku.
Jim
mengatakan tidak ada yang istimewa atas dirinya. Biasa. Dirinya, hidupnya,
pekerjaannya, pendidikannya, dia tak pernah bercerita padaku tentang
percintaannya. Mungkin belum. Atau jangan-jangan dia tahu aku sedikit alergi
dengan perbincangan tema itu? Haha.
Dia kuat. Apa dia titisan dewa? Please
deh jangan mulai dramanya. Kuat nya bukan kayak Hercules gitu, dia kuat dengan rasa sakit yang ada padanya. Dia
disakiti? Tersakiti? Dia adalah gadis yang tinggal tidak hanya dengan keluarga
tapi dia juga tinggal with coronary heart
disease. Itu yang membuatku menyebut dia gadis yang kuat. Jim berteman
dengannya sejak dia sekolah menengah awal, saat umurnya 13 tahun. Awalnya dia
tidak pernah menyadari gejala-gejala yang dialaminya selama beberapa bulan
sebelum dia mengetahuinya. Ini cuplikan ceritanya padaku,
“…..apalagi
minggu-minggu itu aku merasa mudah sekali kelelahan, padahal tak melakukan
kerja berat. Aku kan siswi, jadi hanya sekolah, latihan futsal dan pulang. Tapi
tiap selesai latihan aku rasanya siap pingsan disertai keringat dingin, seperti
demam. Setelah itu aku mengambil beberapa menit untuk duduk selonjoran, rasa
ingin pingsan dan keringat dingin hilang. Kemudian aku pulang dengan keadaan
baik-baik saja. Pada saat itu aku hanya merasa, setan lapangan futsal sedang
menggodaku. Mungkin aku yang paling cantik diantara yang lain, hahaha. Aku juga
sering sekali merasakan nyeri di dada, bukan kanan atau kiri tapi kanan-kiri.
Akhirnya aku basa-basi mengatakan pada papaku, karena mama sedang lembur kerja
malam itu. Yah, mengatakan aku sering lelah dan rasanya mau pingsan. Respon
papa berlebihan, meski aku tahu dia bercanda. Papa mengatakan bisa saja itu
gejala penyakit jantung, tapi papa tak yakin dengan itu. Akhirnya dua hari
setelah malam itu, mama menemaniku ke dokter, dokter internis. Ternyata dugaan
papa benar, jantung koroner, penyempitan pembuluh jantung. Bukan hanya aku yang
terkejut, mama dan papa juga, tapi mereka tidak bertindak ekstrim dengan
menangis tersedu anaknya akan mati atau bagaimana, justru mereka menenangkanku
yang paling tidak tenang. Yah, mulai dari situ aku menjaga pola makan,
olahraga, dan jarang aktivitas berat, futsal juga tidak. Kata dokter jantungku,
ada keturunan keluarga dan juga stress bisa jadi penyebab, kurang istirahat dan
pola makan yang buruk. Panjang ya? Aku bahkan tidak sadar sudah menulis omong
kosong ini, haha.”
Jim
mengatakan koronernya terkadang membuat dia sering bolos kuliah karena tak
ingin orang di luar sana akan repot jika dia pingsan, tapi itu jika paginya dia
merasa nyeri di sekujur punggung dan rahangnya, tak lupa dadanya. Melelahkan
bukan? Aku saja yang mendengar (membaca) ceritanya sudah kelelahan membayangkan
hidupnya. Tapi dia bertahan, dan ingin hidup keluar dari kata biasa. Aku salut
dia selalu bersemangat, bahkan hanya untuk bercerita sekalipun, karena itu
sangat berharga katanya. Strong Girl~
Cerita
Jim mengingatkanku pada kematian, memang wajar dan itu pasti, ada yang datang
dan ada yang pergi. Mungkin itu pula yang dirasa Jim setiap hari dan membuatnya
memilih berbaik hati dan patuh pada orang tuanya, mumpung masih ada hari yang
bisa dilewati, pilihlah untuk melakukan sesuatu yang lebih indah dari
sebelumnya, yang lebih menarik dan mengesankan. Dan aku akan bercerita tentang sifat Jim yang lain. Pengungkap kebohongan? Tunggu saja. 。◕‿◕。
Jim |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar