7/04/2014

Jim

Hai, hari ini aku ingin bercerita tentang temanku. Teman perempuanku, namanya Jim. Jim? Perempuan? Iya namanya Jim, Jimmy Zand. Bukan nama samaran, itu namanya—pemberian orang tuanya. Dia seorang teman yang gemar berbagi cerita padaku. Cerita tentangnya, dia hanya ingin aku mengetahuinya. Teman yang baik, pencerita yang baik, pemberi senyum yang baik, pengungkap kebohongan yang misterius.

Jim, seumuran denganku. Rambutnya berwarna pirang pendek, bermata biru dan menyenangkan. Dia tinggal di Stockholm, Swedia. Dan dia bilang, dia bangsa Nordik campuran inggris. Well, salah satu mata kuliahku mempelajari tentang etnografi bangsa-bangsa, aku mengingat bangsa Nordik ini (sedikit). Dia bekerja pada salah satu majalah fashion di sana, fotografer muda. Dia banyak mengajarkanku tentang bagaimana mengambil foto bulb yang baik, bagaimana mengatur shutter speed untuk mendapatkan gambar freeze yang baik. Tapi tetap saja, aku tak mengerti maksudnya. Kameraku bukan kamera professional seperti miliknya. Aku hanya mengiakan aku mengerti, jika aku tak ingin mendapatinya melotot kearahku dan mengumpat—aku tahu dia hanya sebal dengan bebalku.

Jim mengatakan tidak ada yang istimewa atas dirinya. Biasa. Dirinya, hidupnya, pekerjaannya, pendidikannya, dia tak pernah bercerita padaku tentang percintaannya. Mungkin belum. Atau jangan-jangan dia tahu aku sedikit alergi dengan perbincangan tema itu? Haha. Dia kuat. Apa dia titisan dewa? Please deh jangan mulai dramanya. Kuat nya bukan kayak Hercules gitu, dia kuat dengan rasa sakit yang ada padanya. Dia disakiti? Tersakiti? Dia adalah gadis yang tinggal tidak hanya dengan keluarga tapi dia juga tinggal with coronary heart disease. Itu yang membuatku menyebut dia gadis yang kuat. Jim berteman dengannya sejak dia sekolah menengah awal, saat umurnya 13 tahun. Awalnya dia tidak pernah menyadari gejala-gejala yang dialaminya selama beberapa bulan sebelum dia mengetahuinya. Ini cuplikan ceritanya padaku,

“…..apalagi minggu-minggu itu aku merasa mudah sekali kelelahan, padahal tak melakukan kerja berat. Aku kan siswi, jadi hanya sekolah, latihan futsal dan pulang. Tapi tiap selesai latihan aku rasanya siap pingsan disertai keringat dingin, seperti demam. Setelah itu aku mengambil beberapa menit untuk duduk selonjoran, rasa ingin pingsan dan keringat dingin hilang. Kemudian aku pulang dengan keadaan baik-baik saja. Pada saat itu aku hanya merasa, setan lapangan futsal sedang menggodaku. Mungkin aku yang paling cantik diantara yang lain, hahaha. Aku juga sering sekali merasakan nyeri di dada, bukan kanan atau kiri tapi kanan-kiri. Akhirnya aku basa-basi mengatakan pada papaku, karena mama sedang lembur kerja malam itu. Yah, mengatakan aku sering lelah dan rasanya mau pingsan. Respon papa berlebihan, meski aku tahu dia bercanda. Papa mengatakan bisa saja itu gejala penyakit jantung, tapi papa tak yakin dengan itu. Akhirnya dua hari setelah malam itu, mama menemaniku ke dokter, dokter internis. Ternyata dugaan papa benar, jantung koroner, penyempitan pembuluh jantung. Bukan hanya aku yang terkejut, mama dan papa juga, tapi mereka tidak bertindak ekstrim dengan menangis tersedu anaknya akan mati atau bagaimana, justru mereka menenangkanku yang paling tidak tenang. Yah, mulai dari situ aku menjaga pola makan, olahraga, dan jarang aktivitas berat, futsal juga tidak. Kata dokter jantungku, ada keturunan keluarga dan juga stress bisa jadi penyebab, kurang istirahat dan pola makan yang buruk. Panjang ya? Aku bahkan tidak sadar sudah menulis omong kosong ini, haha.”

Jim mengatakan koronernya terkadang membuat dia sering bolos kuliah karena tak ingin orang di luar sana akan repot jika dia pingsan, tapi itu jika paginya dia merasa nyeri di sekujur punggung dan rahangnya, tak lupa dadanya. Melelahkan bukan? Aku saja yang mendengar (membaca) ceritanya sudah kelelahan membayangkan hidupnya. Tapi dia bertahan, dan ingin hidup keluar dari kata biasa. Aku salut dia selalu bersemangat, bahkan hanya untuk bercerita sekalipun, karena itu sangat berharga katanya. Strong Girl~


Cerita Jim mengingatkanku pada kematian, memang wajar dan itu pasti, ada yang datang dan ada yang pergi. Mungkin itu pula yang dirasa Jim setiap hari dan membuatnya memilih berbaik hati dan patuh pada orang tuanya, mumpung masih ada hari yang bisa dilewati, pilihlah untuk melakukan sesuatu yang lebih indah dari sebelumnya, yang lebih menarik dan mengesankan. Dan aku akan bercerita tentang sifat Jim yang lain. Pengungkap kebohongan? Tunggu saja. 。◕‿◕。
Jim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar