10/23/2014

Ilusi

Wahai anak manusia yang tengah dibutakan oleh gemerlap dunia, oleh kebahagiaan semu, oleh kesenangan sesaat, oleh kecurangan yang tersembunyi, oleh begitu banyak oleh yang lain. Sungguh bukan kesalahan memuja semua itu, bukankah manusia suka dipuja? Bukankah manusia memilih bahagia dengan terluka daripada bahagia bersama luka? Bukankah manusia memilih tersenyum menahan sedih daripada menanggapi anggapan angin?

"Ah akhiri saja omong kosongmu! Tulisanmu hanya omong kosong! Aku muak!" Angin di seberang menyentak pongah dengan suara-suara menggelegar ke dalam gendang telinga. Mengusik, meninggalkan luka. Tapi berusaha disembuhkan.

'Maafkan sosok disini yang menoreh benci. Maafkan sosok disini yang hanya menyebarkan omong kosong.' Anak manusia yang hanya menjawab dalam hatinya, mencoba memeluk angin yang akan pergi mengikuti arus daripada harus bertahan dan menanggapi omong kosong.

'Terimakasih wahai pemilik ketidak-omong kosong-an yang mengingatkan anak manusia yang suka menulis omong kosong ini.'

Hidup memang harus saling mengingatkan. Sayang terlalu takut untuk mengingatkan mereka yang hidup dengan ilusi kebesaran mereka. Rasanya lelah untuk mengingatkan mereka yang hidup dengan ilusi kesombongan. Tampak angkuh jika harus mengingatkan para pemilik ilusi kecintaan.

Mengaku memiliki kuasa karena kepemilikan kepintaran. Meskipun tidak mengatakannya dengan tegas, tapi terlihat pada mimik dan tingkah polah. Padahal jauh di Timur sana, jauh di Barat sana, jauh di Atas sana yang memiliki kepintaran yang lebih tinggi. Bahkan rela menghadapkan dirinya pada perasaan risih harus menjalani hari-hari dengan penganut nilai-nilai omong kosong yang boleh lah dibilang annoying gak penting. Dengan berat hati bertahan dengan dengusan sebal, lelah, tak tertarik, dan terpaksa. Ingatlah semua itu hanya ilusi. Seperti petuah seorang yang ada disana bahwa 'Masih ada langit diatas langit'. 

Mengaku memiliki apapun yang diinginkan. Tidak ingatkah yang dimiliki itu sebenarnya milik siapa? Bukan untuk dipamerkan, tapi untuk dijaga dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Wahai penganut kesombongan, semuanya hanya ilusi, yang kau miliki ternyata milik dzat lain. Milik pemilik sebenar-benarnya. Sang pemilik segala.

Wahai sang penganut nilai-nilai omong kosong, mengapa kamu mulai membicarakan kemaslahatan? Apa dengan omong kosongmu kamu bisa mencapai itu? Jika menikmatinya, apa salah jika misalnya memang mampu memberi SEDIKIT kesenangan? 

Mengaku memiliki kecintaan yang besar. 

"I love you super much." Ough

Yakin sudah sebesar itu? Seolah tidak ada yang menyaingi kecintaanmu? There's no love more over God's blessing. Dzat yang membagi cinta pada orang tuamu yang mampu mengasihi sebesar kasih hidupnya. Bahkan lebih dari yang kamu tahu. Kecintaan yang susah dikalkulasi dan dilunasi. Kecintaan tanpa struk pembayaran yang numerik. 

Dunia itu penuh ilusi. Akan hambar jika tanpa omong kosong dan para penganut kebesaran, kesombongan, dan kecintaan. Mereka bersinergi. Menyaingi horizon. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar