2/10/2015

Realize

-         “If you just realized that I just realized, that we’re be perfect for each other, and we never find another. But it was too late. You just made an option to forget anything about me.”

Mungkin bisa saja aku meminta dengan paksa padamu untuk membatalkan pilihan dan resolusi terbarumu untuk melupakan apapun tentangku. Karena aku baru saja sadar. Entah karena perempuan diberikan keistimewaan untuk menumbuhkan perasaan atau aku sudah memiliki perasaan itu namun berusaha menyembunyikannya. Aku tidak begitu yakin. Apakah kamu mau menerima kesadaran yang kudapati barusan? Bahwa sebenarnya kita akan saling melengkapi.

“You said I’m crazy. Okay, cause I don’t know what you’ve done. Thanks for your caring.”

Tidak apa jika kita tidak bersama. Tapi, bisakan kita kembali seperti sebelumnya? Teman. Permintaan bodoh? Tentu saja aku tahu itu. Tapi siapa yang tahu hati manusia? Oke aku bisa menerima jika kita tidak bisa lagi berteman. Hanya saja, hentikan ulah-ulah konyolmu yang membuat mataku juling. Jika kamu sekarang membenciku, maka katakanlah agar aku tahu dan sadar diri. Sehingga aku tidak akan mengusik hidupmu lagi. Dan akupun harus mengikis kesadaranku. Karena semuanya sudah terlambat. -

Membaca curhatan gadis diatas membuatku ingin menangis. Menangis karena sedih. Iya. Sedih mengapa hidup gadis itu begitu menye? Ah. Mungkin aku tak mengerti saja bagaimana perasaannya. Mungkin jika saya menjadi menjadi si embak itu, saya bisa saja akan bereaksi lebih liar daripada hanya menulis di buku harian atau hanya dengan mencurahkan isi hati pada mama. Sayang, saya kurang tertarik.

Mati satu tumbuh seribu? Masih bisa dipakai kah pepatah itu? Jika iya si embak masih punya semangat, bangkitlah, cari yang lain. Hidup kok dibikin susah. Memang hal-hal demikian harus jadi prioritas? Membangun komitmen? Menyusahkan diri sendiri. Nggak kebayang, serius. Tapi jangan salah, membangun komitmen memang susah sih. Komitmen sama yang bikin hidup ini misal saja. Duh, komitmen kerja (zink --") apalagi. Bukankah sudah riweuh mengurusi diri sendiri yang banyak maunya?  Hmm, manusia memang terkadang lucu. Beda kali ya, mengurusi sahabat atau keluarga dengan mengurusi that kind of relation-shit.

Banyak alasan mereka yang kutanyai mengapa sudah tersakiti berkali-kali tapi tetap tidak jengah? Jawabnya sungguh mengiris hati, karena semua akan indah pada waktunya. Hey embak, itu hati cuma satu, yakali dijaga dong embak. Malah diserahin kepada mereka-mereka yang sudah jelas akan menyakiti hati embak, kan kasihan hatinya, embak. Yakali ada reparasi hati.

Ini kenapa malah gossip dah?


Tapi bukan salah embak kok. Perempuan memang punya keahlian yang luar biasa, yakni keahlian untuk mencintai. Perempuan yang awalnya biasa-biasa saja, setelah didekati, mau juga. Berbeda dengan laki-laki yang hanya tertuju pada satu wanita. Jika tidak dapat siapa yang dituju, maka akan butuh waktu lama untuk membenahi perasaannya. Menata ulang siapa yang ingin dituju. Bagi kalian yang belum sadar, sadarlah. Tapi ingat, jangan dipaksa. Hidup hanya sekali, jangan menelungkupkan hidup anda dalam keterpaksaan.

Kenapa sekarang saya yang jadi menye? Duh gara-gara embak nih, maaf ya mbak saya blamming. Dari pada tulisan ini meracau kemana-mana, saya akhiri saja. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar