-
“If you just realized that I just
realized, that we’re be perfect for each other, and we never find another. But
it was too late. You just made an option to forget anything about me.”
Mungkin
bisa saja aku meminta dengan paksa padamu untuk membatalkan pilihan dan
resolusi terbarumu untuk melupakan apapun tentangku. Karena aku baru saja
sadar. Entah karena perempuan diberikan keistimewaan untuk menumbuhkan perasaan
atau aku sudah memiliki perasaan itu namun berusaha menyembunyikannya. Aku tidak
begitu yakin. Apakah kamu mau menerima kesadaran yang kudapati barusan? Bahwa
sebenarnya kita akan saling melengkapi.
“You
said I’m crazy. Okay, cause I don’t know what you’ve done. Thanks for your
caring.”
Tidak
apa jika kita tidak bersama. Tapi, bisakan kita kembali seperti sebelumnya?
Teman. Permintaan bodoh? Tentu saja aku tahu itu. Tapi siapa yang tahu hati
manusia? Oke aku bisa menerima jika kita tidak bisa lagi berteman. Hanya saja,
hentikan ulah-ulah konyolmu yang membuat mataku juling. Jika kamu sekarang
membenciku, maka katakanlah agar aku tahu dan sadar diri. Sehingga aku tidak
akan mengusik hidupmu lagi. Dan akupun harus mengikis kesadaranku. Karena
semuanya sudah terlambat. -
Membaca
curhatan gadis diatas membuatku ingin menangis. Menangis karena sedih. Iya.
Sedih mengapa hidup gadis itu begitu menye? Ah. Mungkin aku tak mengerti saja
bagaimana perasaannya. Mungkin jika saya menjadi menjadi si embak itu, saya bisa saja akan bereaksi
lebih liar daripada hanya menulis di buku harian atau hanya dengan mencurahkan
isi hati pada mama. Sayang, saya kurang tertarik.
Mati
satu tumbuh seribu? Masih bisa dipakai kah pepatah itu? Jika iya si embak masih
punya semangat, bangkitlah, cari yang lain. Hidup kok dibikin susah. Memang
hal-hal demikian harus jadi prioritas? Membangun komitmen? Menyusahkan diri
sendiri. Nggak kebayang, serius. Tapi jangan salah, membangun komitmen memang susah sih. Komitmen sama yang bikin hidup ini misal saja. Duh, komitmen kerja (zink --") apalagi. Bukankah sudah riweuh mengurusi diri sendiri
yang banyak maunya? Hmm,
manusia memang terkadang lucu. Beda kali ya, mengurusi sahabat atau keluarga dengan mengurusi that kind of relation-shit.
Banyak
alasan mereka yang kutanyai mengapa sudah tersakiti berkali-kali tapi tetap
tidak jengah? Jawabnya sungguh mengiris hati, karena semua akan indah pada
waktunya. Hey embak, itu hati cuma satu, yakali dijaga dong embak. Malah
diserahin kepada mereka-mereka yang sudah jelas akan menyakiti hati embak, kan
kasihan hatinya, embak. Yakali ada reparasi hati.
Ini
kenapa malah gossip dah?
Tapi
bukan salah embak kok. Perempuan memang punya keahlian yang luar biasa, yakni
keahlian untuk mencintai. Perempuan yang awalnya biasa-biasa saja, setelah
didekati, mau juga. Berbeda dengan laki-laki yang hanya tertuju pada satu
wanita. Jika tidak dapat siapa yang dituju, maka akan butuh waktu lama untuk
membenahi perasaannya. Menata ulang siapa yang ingin dituju. Bagi kalian yang
belum sadar, sadarlah. Tapi ingat, jangan dipaksa. Hidup hanya sekali, jangan
menelungkupkan hidup anda dalam keterpaksaan.
Kenapa sekarang saya yang jadi menye? Duh gara-gara embak nih, maaf ya mbak saya blamming. Dari pada tulisan ini meracau kemana-mana, saya akhiri saja. Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar