Aktivitas
volunteer yang kebetulan saya geluti mengenai pemulihan stigma diskriminasi
terhadap orang yang pernah mengalami kusta. Bersama LCC UI (Leprosy Care
Community Universitas Indonesia) kita bergerak di bidang sosial dengan
mengadakan workcamp-workcamp di specific
area yang hanya ditinggali oleh kelompok-kelompok orang yang pernah
mengalami kusta (pada awalnya), salah satunya di Desa Banyumanis, Kecamatan
Donorojo, Jepara guna membantu mereka mengurangi beban agar mereka tetap
percaya diri menjalani hidup. Bahwa banyak di antara kita yang masih peduli.
Campers 3rd Jepara Work Camp 2015 |
Workcamp
yang dilaksanakan pada tanggal 15 hingga 28 Januari 2015 ini memang bertepatan
dengan libur sementer ganjil, jadi apa salahnya mengisi liburan dengan hal yang
lebih bermanfaat dan bermakna, yaitu mengikuti workcamp yang akan membuat kita
sadar bahwa masih banyak diantara kita yang diperlakukan tidak adil oleh stigma
yang tertanam di masyarakat bahwa penyakit kusta mudah menular, padahal tidak
semudah itu. Apabila penderita sudah mengonsumsi obat dari dokter maka kusta
sendiri tidak akan dengan mudah menular. Maka dari itu mereka berhak
mendapatkan kenyamanan hidup meski dengan keterbatasan.
Melalui
dua tahap, akhirnya 29 peserta dari beberapa Universitas di Indonesia terpilih
untuk bergabung di Jepara Workcamp. Tahap yang pertama dilihat dari CV (Curiculum
Vitae) dan Motivation Letter yang sebelumnya sudah dikirim ke email resmi LCC
dengan beberapa pertimbangan. Setelah dinyatakan lolos di tahap pertama,
peserta akan lanjut ke tahap kedua yaitu, wawancara. Wawancara dilakukan vis a vis dan online. Setelah wawancara
selesai, maka akan dilakukan seleksi dengan format penilaian yang telah ditentukan,
jeng jeng jeng dan terpilihlah jiwa-jiwa muda yang memenuhi ketentuan syarat. Kemudian
semua peserta akan mendapatkan pembekalan mengenai apa saja yang akan dilakukan
selama workcamp serta apa saja perlengkapan yang harus dibawa selama workcamp.
Dan berangkatlah semua peserta workcamp yang biasa kami sebut dengan campers
berangkat dari daerah asalnya, dan akan meeting point di Terminal Terboyo
Semarang pada tanggal 14 Januari 2015. Saya dari Surabaya bersama tiga campers
lainnya (all is girls) menunggu kedatangan campers dari Semarang dan Jogja
kemudian naik bis carteran dan menjemput campers dari Jakarta.
Setelah
sampai di lokasi kita tidak tidur atau tinggal di dalam tenda-tenda seperti
camp biasanya. Melainkan tinggal di salah satu guest house yang disediakan oleh Rumah Sakit Kusta Donorojo. Tempat
tinggal selama workcamp biasa disebut basecamp, dengan dua kamar dan dua kamar
mandi serta dapur dan pemandangan laut yang membagikan keelokan pulau kecil
diseberang laut sana (Pulau Mandalika) yang tak berpenghuni—kecuali penjaga
mercusuar yang didirikan oleh Belanda dan diperbaiki Jepang sebagai alat
pengintai.
Ini
adalah workcamp pertama saya di Jepara. Namun ini kali kedua saya pergi ke
Donorojo, sebelumnya telah melakukan survey bersama Project Team pada bulan
November 2014. Saya sangat bersemangat untuk segera memulai agenda-agenda workcamp
seperti, work, home visit, dan kitchen
police. Work adalah ajang
interaksi dengan warga desa Donorojo lewat kerja bakti. Kerja bakti yang
dilakukan adalah memperdalam selokan yang sudah mulai dangkal karena erosi
tanah, membersihkan mushola, serta menjaga kebersihan toilet umum. Sedangkan
home visit adalah aktivitas kunjungan ke rumah-rumah warga yang pernah
mengalami kusta baik di Lingkungan Pondok Sosial, di Desa Rehabilitasi serta
kunjungan ke Rumah Sakit Kusta yang ada disana.
Home visit selalu
memberikan kesan yang mendalam di hati campers. Karena mereka akan melihat secara
langsung bagaimana orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dengan segala
keterbatasannya melewati kesehariannya dengan penuh semangat dan rasa syukur.
Campers menjadi obat pelipur lara bagi OYPMK yang kerap kesepian karena jauh
dari keluarga, bahkan ada yang sengaja ditelantarkan keluarga atau dijauhi dari
keluarga. That underestimate way of
people to OYPMK sometimes can be a stonebreaker for their confidence. Jadi
kita berupaya untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka dengan mengajak
mereka berbincang-bincang, memperjelas bahwa manusia itu sama. Menghirup udara
yang sama dan tinggal menapak di alas yang sama yaitu bumi.
Campers dan Mbah Rasipah |
Selama
dua minggu kegiatan workcamp kita memasak sendiri dengan modal motor dari salah
satu campers Semarang, maka jarak 6 kilometer dari basecamp ke pasar
tradisional bisa dilewati meski dengan kendala hujan yang kerap turun karena
bertepatan dengan musim penghujan yang mulai jatuh pada bulan Desember hingga
awal Maret. Dengan niat yang lurus agenda-agenda workcamp terlaksana dengan
lancar, Alhamdulillah. Mulai dari welcoming party, educational program bersama
adik-adik yang belajar di TPQ (Tempat Pembelajaran-Pembacaan Qur’an) di Desa
Rehabilitasi Sumber Telu.
Workcamp
tidak hanya merekatkan silaturhim antara campers dengan warga melainkan juga sesama
campers. Saya menemukan keluarga baru di tempat baru. Kita berbagi keluh kesah,
saling menghargai satu sama lain, mendengarkan pendapat, mendengarkan curhatan
para ahli galau dan permainan-permainan seru yang menghilangkan kejenuhan di
basecamp.
‘Setiap pertemuan memiliki makna dalam
hidup. Pertemuan itu pula yang memberi tali penghubung untuk masa depanmu.
Dimana konsekuensi dari pertemuan adalah perpisahan.’
Sejarah
panjang mengenai kampung kusta di Donorojo ini berawal dari nama Donorojo
sendiri yang merupakan bahasa jawa memiliki arti ‘Harta Raja’ berasal dari dua
suku kata yaitu Dono yang berarti Harta dan Rojo atau Raja. Serta Gereja Tua dan
Rumah Sakit Kusta yang pada 1632 didirikan oleh Ratu Belanda, Ratu Wilhemina.
Pada awalnya Gereja Tua menjadi media penyebaran agama guna kemudahan jalan
Belanda untuk mendapatkan simpati dari Hindia Belanda pada saat itu. Tapi rasa
kemanusiaan yang tinggi mengalahkan ego itu, Gereja Tua yang hingga sekarang
masih berdiri kokoh tegak berdiri tersebut dulunya menjadi tempat pembinaan dan
penyembuhan penyakit kusta di seluruh hindia belanda. Keunikan serta keelokan Gereja Tua tersebut
menjadi primadona tersendiri. Dengan nilai artistik tinggi gereja ini sering
dikunjungi para traveller yang
berkunjung ke Jepara.
Desa
yang bagaikan surga, terletak di perbukitan dan dekat dengan Pantai Keling yang
menghubungkan langsung garis pantai ke Timur yaitu Benteng Portugis. Benteng yang dibangun pada masa Perang Dunia
II, salah seorang warga Donorojo bercerita kepada para campers mengenai sejarah
Benteng Portugis itu sendiri. Banyak pengunjung yang datang dari berbagai
daerah bahkan ada mobil dengan nomor polisi AB (Jogja dan sekitarnya).
Tempat
pariwisata warisan nenek moyang yang konon menjadi pusat pertahanan dari
kerajaan mataram jika dihubung-hubungkan ke sejarah masa lalu. Sangat panjang.
Workcamp di lingkungan pariwisata membumbui aktivitas rasanya semakin
menyenangkan. Ditambah keramahan warga yang mendamaikan jiwa. Kegiatan sosial
yang mengajarkan banyak nilai kehidupan. Lagi-lagi nilai mengingatkan pada
materi, tapi di Donorojo, kita diajarkan banyak hal mengenai nilai, mengenai
berbagi. Tidak hanya materi yang bisa kita berikan melainkan kasih sayang,
perhatian, doa, dan keihklasan kepedulian lah yang lebih utama daripada hanya
sekedar materi tapi tidak memberi kebahagiaan.
Semoga
Donorojo selalu bersinar, berpendar layaknya langit malam penuh bintang. Kita
tidak akan bosan membagi semangat dan kebahagiaan. Semoga kita juga senantiasa
tidak lelah menebar kebaikan.
“Bersatu dalam Perbedaan Wujudkan
Kebersamaan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar