2/10/2015

Rumah Sakit Kusta dan Gereja Tua di Harta Raja

Aktivitas volunteer yang kebetulan saya geluti mengenai pemulihan stigma diskriminasi terhadap orang yang pernah mengalami kusta. Bersama LCC UI (Leprosy Care Community Universitas Indonesia) kita bergerak di bidang sosial dengan mengadakan workcamp-workcamp di specific area yang hanya ditinggali oleh kelompok-kelompok orang yang pernah mengalami kusta (pada awalnya), salah satunya di Desa Banyumanis, Kecamatan Donorojo, Jepara guna membantu mereka mengurangi beban agar mereka tetap percaya diri menjalani hidup. Bahwa banyak di antara kita yang masih peduli.

Campers 3rd Jepara Work Camp 2015

Workcamp yang dilaksanakan pada tanggal 15 hingga 28 Januari 2015 ini memang bertepatan dengan libur sementer ganjil, jadi apa salahnya mengisi liburan dengan hal yang lebih bermanfaat dan bermakna, yaitu mengikuti workcamp yang akan membuat kita sadar bahwa masih banyak diantara kita yang diperlakukan tidak adil oleh stigma yang tertanam di masyarakat bahwa penyakit kusta mudah menular, padahal tidak semudah itu. Apabila penderita sudah mengonsumsi obat dari dokter maka kusta sendiri tidak akan dengan mudah menular. Maka dari itu mereka berhak mendapatkan kenyamanan hidup meski dengan keterbatasan.

Melalui dua tahap, akhirnya 29 peserta dari beberapa Universitas di Indonesia terpilih untuk bergabung di Jepara Workcamp. Tahap yang pertama dilihat dari CV (Curiculum Vitae) dan Motivation Letter yang sebelumnya sudah dikirim ke email resmi LCC dengan beberapa pertimbangan. Setelah dinyatakan lolos di tahap pertama, peserta akan lanjut ke tahap kedua yaitu, wawancara. Wawancara dilakukan vis a vis dan online. Setelah wawancara selesai, maka akan dilakukan seleksi dengan format penilaian yang telah ditentukan, jeng jeng jeng dan terpilihlah jiwa-jiwa muda yang memenuhi ketentuan syarat. Kemudian semua peserta akan mendapatkan pembekalan mengenai apa saja yang akan dilakukan selama workcamp serta apa saja perlengkapan yang harus dibawa selama workcamp. Dan berangkatlah semua peserta workcamp yang biasa kami sebut dengan campers berangkat dari daerah asalnya, dan akan meeting point di Terminal Terboyo Semarang pada tanggal 14 Januari 2015. Saya dari Surabaya bersama tiga campers lainnya (all is girls) menunggu kedatangan campers dari Semarang dan Jogja kemudian naik bis carteran dan menjemput campers dari Jakarta.

Setelah sampai di lokasi kita tidak tidur atau tinggal di dalam tenda-tenda seperti camp biasanya. Melainkan tinggal di salah satu guest house yang disediakan oleh Rumah Sakit Kusta Donorojo. Tempat tinggal selama workcamp biasa disebut basecamp, dengan dua kamar dan dua kamar mandi serta dapur dan pemandangan laut yang membagikan keelokan pulau kecil diseberang laut sana (Pulau Mandalika) yang tak berpenghuni—kecuali penjaga mercusuar yang didirikan oleh Belanda dan diperbaiki Jepang sebagai alat pengintai.



Ini adalah workcamp pertama saya di Jepara. Namun ini kali kedua saya pergi ke Donorojo, sebelumnya telah melakukan survey bersama Project Team pada bulan November 2014. Saya sangat bersemangat untuk segera memulai agenda-agenda workcamp seperti, work, home visit, dan kitchen police. Work adalah ajang interaksi dengan warga desa Donorojo lewat kerja bakti. Kerja bakti yang dilakukan adalah memperdalam selokan yang sudah mulai dangkal karena erosi tanah, membersihkan mushola, serta menjaga kebersihan toilet umum. Sedangkan home visit adalah aktivitas kunjungan ke rumah-rumah warga yang pernah mengalami kusta baik di Lingkungan Pondok Sosial, di Desa Rehabilitasi serta kunjungan ke Rumah Sakit Kusta yang ada disana. 

Home visit selalu memberikan kesan yang mendalam di hati campers. Karena mereka akan melihat secara langsung bagaimana orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dengan segala keterbatasannya melewati kesehariannya dengan penuh semangat dan rasa syukur. Campers menjadi obat pelipur lara bagi OYPMK yang kerap kesepian karena jauh dari keluarga, bahkan ada yang sengaja ditelantarkan keluarga atau dijauhi dari keluarga. That underestimate way of people to OYPMK sometimes can be a stonebreaker for their confidence. Jadi kita berupaya untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka dengan mengajak mereka berbincang-bincang, memperjelas bahwa manusia itu sama. Menghirup udara yang sama dan tinggal menapak di alas yang sama yaitu bumi.

Campers dan Mbah Rasipah

Selama dua minggu kegiatan workcamp kita memasak sendiri dengan modal motor dari salah satu campers Semarang, maka jarak 6 kilometer dari basecamp ke pasar tradisional bisa dilewati meski dengan kendala hujan yang kerap turun karena bertepatan dengan musim penghujan yang mulai jatuh pada bulan Desember hingga awal Maret. Dengan niat yang lurus agenda-agenda workcamp terlaksana dengan lancar, Alhamdulillah. Mulai dari welcoming party, educational program bersama adik-adik yang belajar di TPQ (Tempat Pembelajaran-Pembacaan Qur’an) di Desa Rehabilitasi Sumber Telu.

Workcamp tidak hanya merekatkan silaturhim antara campers dengan warga melainkan juga sesama campers. Saya menemukan keluarga baru di tempat baru. Kita berbagi keluh kesah, saling menghargai satu sama lain, mendengarkan pendapat, mendengarkan curhatan para ahli galau dan permainan-permainan seru yang menghilangkan kejenuhan di basecamp.

‘Setiap pertemuan memiliki makna dalam hidup. Pertemuan itu pula yang memberi tali penghubung untuk masa depanmu. Dimana konsekuensi dari pertemuan adalah perpisahan.’

Sejarah panjang mengenai kampung kusta di Donorojo ini berawal dari nama Donorojo sendiri yang merupakan bahasa jawa memiliki arti ‘Harta Raja’ berasal dari dua suku kata yaitu Dono yang berarti Harta dan Rojo atau Raja. Serta Gereja Tua dan Rumah Sakit Kusta yang pada 1632 didirikan oleh Ratu Belanda, Ratu Wilhemina. Pada awalnya Gereja Tua menjadi media penyebaran agama guna kemudahan jalan Belanda untuk mendapatkan simpati dari Hindia Belanda pada saat itu. Tapi rasa kemanusiaan yang tinggi mengalahkan ego itu, Gereja Tua yang hingga sekarang masih berdiri kokoh tegak berdiri tersebut dulunya menjadi tempat pembinaan dan penyembuhan penyakit kusta di seluruh hindia belanda.  Keunikan serta keelokan Gereja Tua tersebut menjadi primadona tersendiri. Dengan nilai artistik tinggi gereja ini sering dikunjungi para traveller yang berkunjung ke Jepara.


Desa yang bagaikan surga, terletak di perbukitan dan dekat dengan Pantai Keling yang menghubungkan langsung garis pantai ke Timur yaitu Benteng Portugis.  Benteng yang dibangun pada masa Perang Dunia II, salah seorang warga Donorojo bercerita kepada para campers mengenai sejarah Benteng Portugis itu sendiri. Banyak pengunjung yang datang dari berbagai daerah bahkan ada mobil dengan nomor polisi AB (Jogja dan sekitarnya).

Tempat pariwisata warisan nenek moyang yang konon menjadi pusat pertahanan dari kerajaan mataram jika dihubung-hubungkan ke sejarah masa lalu. Sangat panjang. Workcamp di lingkungan pariwisata membumbui aktivitas rasanya semakin menyenangkan. Ditambah keramahan warga yang mendamaikan jiwa. Kegiatan sosial yang mengajarkan banyak nilai kehidupan. Lagi-lagi nilai mengingatkan pada materi, tapi di Donorojo, kita diajarkan banyak hal mengenai nilai, mengenai berbagi. Tidak hanya materi yang bisa kita berikan melainkan kasih sayang, perhatian, doa, dan keihklasan kepedulian lah yang lebih utama daripada hanya sekedar materi tapi tidak memberi kebahagiaan.

Semoga Donorojo selalu bersinar, berpendar layaknya langit malam penuh bintang. Kita tidak akan bosan membagi semangat dan kebahagiaan. Semoga kita juga senantiasa tidak lelah menebar kebaikan.

“Bersatu dalam Perbedaan Wujudkan Kebersamaan”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar