4/22/2015

Selamat Hari Kartini :)


Konon tanggal 21 April adalah gerbang dibukanya peluang bagi para perempuan untuk mendapatkan hak yang sama besarnya dengan laki-laki. Konon berkat tanggal itu, emansipasi bagi perempuan diperjuangkan. Konon perbaikan harta dan tahta pada perempuan juga. Semoga perbaikan pula pada agama dan etikanya.

Terimakasih pada tokoh emansipasi, R. A. Kartini yang memperjuangkan keberadaan perempuan, menjunjung keseteraan bagi kaumnya. Diharapkan tidak ada yang namanya gender bias yang selama ini selalu menekankan poin mana untuk laki-laki dan poin mana khusus untuk perempuan. Arena ini untuk laki-laki dan arena itu untuk perempuan.

Tapi apakah sang perempuan yang diperjuangkan haknya, semua sadar? Tidak semua sadar, jika butuh jawaban. Banyak diantaranya menyuarakan emansipasi wanita dengan mengumbar slogan “No Boy No Cry”, Hellowwwwwww, apakah hanya laki-laki yang membuat wanita menangis? Bangun sis. Ini jaman keterbukaan, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, bukan jaman radikal dimana perempuan memperlakukan laki-laki seolah mereka kaum lainnya yang tak dapat disandingkan. Ingat kalian lahir dari laki-laki. Perempuan adalah sosok indah yang selalu diperjuangkan. Bukan objek patriarki. Makanya jumlah perempuan berprestasi yang makin banyak  tak  menutup jumlah perempuan yang kian terpuruk—pula.

Bagai pepatah, semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin bertiup. Oleh karena itu, perempuan harus senantiasa menjaga harkat martabatnya. It’s okay for women run well to gain the prosperity and the equality but remember not to forget about the nature of woman itself. 

Masih banyak perempuan di luar sana—entah dimanapun—memperlakukan dirinya seolah dirinya butiran debu yang tak bisa apa-apa lagi setelah patah hati. Plis, itu lebay. Banyak diluar sana yang mengagung-agungkan cinta, banyak kontak fisik dengan laki-laki yang sama sekali tidak menjamin masa depan—mungkin hanya janji—dan menyesal pada akhirnya jika ternyata janji itu hanya janji dusta. Dimana emansipasinya? Ah maaf, konon dalam agama perempuan tak boleh disalahkan.

Ayolah perempuan, kalian sudah diberi porsi yang sama, tapi apa? Kalian tidak memercayakannya pada kaum kalian sendiri? Mengapa? Karena kodrat perempuan demikian? Kalian memberi kepercayaan, tapi terluka jika kepercayaannya dinodai. Mereka ingin dilindungi, tapi bukan berarti mereka tidak bisa melindungi. Kalian—perempuan—mampu berlari sama halnya dengan laki-laki, sejajar itu bukan mengungguli dan tidak pula ada yang diungguli, maka alangkah tentramnya jika demikian adanya. Kalian tidak boleh mengalami degradasi, sayangkan perjuangan Kartini.

Ah gagasan Kartini memang luar biasa terkenal, tidak seperti kedua adiknya, Kardinah dan Rukmini, mereka juga aktif dalam bidang pendidikan. RSU Kardinah di Tegal, Kardinah lah yang mendirikan.

Semalam berbincang-bincang dengan kawan yang aktif voluntourism, anak pariwisata salah satu universitas negeri yang cukup terkenal di Jogja, doi bilang perempuan modern sekarang tidak bisa didikte seperti dulu, mereka sekarang sudah berani, berani menolak, menentang apa yang merugikan dan merendahkan mereka. Perempuan sekarang cerdas, hanya saja dunia yang serba maskulin ini mengkaver semua. Masih ada beberapa penakut yang masih diam terpojok dan tidak tersentuh nilai-nilai emansipasi. Mereka tidak bisa menolak, mereka dilahirkan di keluarga yang serba radikal, baik agama atau etika, adanya patriarki dalam keluarga antara perempuan dan laki-laki. Ada pula yang salah pergaulan dan mengatasnamakan kebebasan sebagai apresiasi dirinya, justru dengan begitu terkadang harkat perempuan direndahkan. Menjadikan dirinya objek.

Ya, itu pendapat. Setiap orang bebas berpendapat kan ya. Cukup seru perbincangan semalam.


Ingin mengucapkan, terimakasih mama untuk melahirkan anak perempuan seperti saya. Terimakasih sudah sabar merawat anak perempuan yang tidak feminin ini. Doi bilang saya maskulin, tapi tidak macho. Well, itu freak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar