5/01/2015

Jujurnya Seorang Aku

“Kasihan kasih tak terbalas. Kasihan yang tersia-siakan. Kasihan sampah yang disalahkan. Wahai pemberi kasih, bersihkan hati yang kian keruh.”

Jika diminta untuk menuliskan kejujuran yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya, maka tidak bisa dihitung jumlahnya. Tidak bisa disebutkan satu per satu, sebanyak apa kejujuran tersebut. Terbiasa hidup dalam kebohongan. Termasuk kebohongan atas diri sendiri. Ah kebohongan memang menjadi penolong di masa sekarang, tapi dia tidak punya masa depan. Untuk apa mempertahankannya. Saya kira tidak salah jika saya menuliskan kejujuran tentang diri saya. Meski rasanya sulit, jika memang bisa dicoba mengapa tidak.

Buddha mengatakan ada tiga hal yang tidak bisa disembunyikan, matahari, bulan, dan kebenaran.

Beberapa orang memanggilku Fa’id, jadi silahkan panggil demikian. Jujur, panggilan itu lahir karena begitu banyak orang yang bernama ‘diah’ atau ‘ayu’ bahkan ‘vivit’. I’d like it. Dan menjadi aneh dipanggil selain ‘Fa’id’.

Mantan anak motor *tiiiiiiit*, jadi pas kuliah tidak diijinkan untuk membawa motor.

Mantan anak pencak silat yang berhenti karena tidak ada kendaraan untuk datang ke tempat PKM. Duh bilang aja malas cari alternatif.

Jujur, sebelum kuliah berat badan 20 kilos lebih rendah daripada sekarang. Jadi suka merasa bingung, dulu kurus dan dibilang kurang makan, sedangkan sekarang gendut dibilang banyak makan.

Seorang anak perempuan yang sangat biasa-biasa saja. Bersyukur sekali masih diberi nikmat dan berkah keluarga yang selalu—literally always—meluruskan jalan yang sering membelokkanku. Keluarga adalah tempat dimana luka, duka, suka dan bahagia bermuara, semuanya menguar bebas disana. Meski terkadang keluarga bisa jadi boomerang. Justru dari situ mengajarkan banyak hal. Keluarga saja bisa jadi boomerang, bagaimana jika bukan keluarga. Mengambil pelajaran sederhana saja, sih.

Sangat sayang kepada orangtuanya dan tidak bisa mengungkapkannya. Oleh karena itu aku selalu berusaha mencari uang sampingan untuk bisa memberikan mereka sesuatu. Aku masih belum bisa menunjukkan ‘aksi’. Aksi, seperti rutin memijat kaki mereka, membantu memasak, membantu Ayah meringankan beban keuangan. Aku belum bisa semahir itu. Aku biasanya menuliskan rasa terimakasihku di secarik kertas, memasukkannya kedalam kotak kado, memberikannya kepada orangtuaku. Di hari Ibu, di hari ulang tahun, hari pernikahan mereka. Cukup bahagia, melihat mereka membacanya, menitikkan air mata.

“Happiness isn’t about how much we have, but how much we enjoy, that make happiness” –Charles Spurgeon-

Semoga aku bisa menjadi apa yang selalu kalian harapkan. Dengan tetap menjadi diri sendiri.

Punya dua saudara laki-laki yang sangat menyayangiku, begitupun sebaliknya. Mereka selalu menanti pulang—kata mom. Tapi, ketika ada mereka akan pura-pura tidak peduli. Saat harus kembali, mereka seolah tidak peduli padahal sudah menghitung kapan kakak akan kembali. Hisam, kamu lanjutkan ekstrakulikuler jurnalistik ya. Jaga kesehatan. Jangan makan sembarangan. Minum obatnya, jangan suka mimisan kayak aku. Jangan terlalu kurus, soalnya gabisa berbagi kaos dan celana jins. Aat, ekstrakulikuler penting nak, jangan lupa belajar. Matematika penting, jangan lupa mata pelajaran yang lain. Jangan malas kayak kakak ya. Maafkan belum bisa jadi panutan yang baik. I love you both.

Jujur, perkara mandi menjadi krusial. Sehari mandi sekali itu sudah anugerah. I can’t stand with it. Tapi berusaha untuk tetap wangi dengan parfum sebotol yang pasti habis sebelum kalender bulanan habis. Alasannya sih hemat air, tapi pada dasarnya malas mandi. Padahal islam mengajarkan, bersih itu ikut andil dalam bagian iman. Baiklah, I’m not that good enough, but am always learn abt it.

Terus, mataku minus. Yang kanan 200 yang kiri 175. Tapi malas memakai kacamata. Lagi-lagi terselip kata malas.

Jujur, suka bunga dan plester gulung. Bunga, dia selalu merekah pada masanya, dan itu alamiah. Kecuali kuncup yang patah sebelum merekah. Seperti cinta, bunga adalah cinta yang dibiarkan tumbuh. Benci adalah kuncup yang dibiarkan patah. Lalu mengapa plester gulung? Karena dia lebih rekat dibandingkan solatip plastik.

Suka beli Pro-ATP di apotek karena jantungnya suka kurang ajar.

Jujur, sering merasa unrequired, unimportant, dan be an alternative one. Artinya suka bawa perasaan. Kalian tahu kan maksudnya alternatif? Ya sudah kalau begitu tidak usah saya jelaskan.

Suka berdiam di satu tempat yang dirasa nyaman. Saat bosan, barulah beranjak. At least I was made a memory on it.

Tidak mudah percaya dengan orang lain. Tapi jangan berbohong di hadapan psikolog atau psikiater, mereka menyebalkan. Mereka membaca gerak-gerikmu.

Suka iri dengan mereka yang bisa membeli novel atau buku dengan uang mereka sendiri. Bahkan gaji bulanan diluar uang saku terkadang ‘eman’ banget buat membeli sesuatu. Orangtua tidak pernah menghendaki membeli novel, atau komik, atau semacamnya—sebenarnya, tetapi mereka tidak marah saat aku membacanya didepan mereka.

Tidak punya kesibukan seperti mereka diluar sana yang aktif dengan organisasi atau komunitas. Hanya berdiam diri di kamar kosan. Mengerjakan tugas (jika tidak malas), berangkat ke kampus (insyaallah dengan niat sepenuh hati), balik lagi ke kosan. Jadi, seolah aku ini tidak pernah capek, karena mereka melalukan ‘pekerjaan nyata’ yang lebih menguras keringat dan otak. Saat aku mengatakan aku capek, pandangan tidak percaya dan masa bodoh ada di beberapa reaksi orang-orang di luar sana. Ya, aku jobless. Aku tidak se-capek kalian. tidak se-berkontribusi kalian, aku tidak se-pandai, se-cerdas, se-pintar, atau se se yang lain.

Terimakasih untuk yang bertahan dengan manusia annoying sepertiku. Bersyukur sih jadi annoying, apasih yang nggak disyukurin. Tapi buat apa membandingkan, ribet banget idup cuman sekali pake acara dibanding-bandingin segala, rempong deuh. Hanya ingin memberi tahu saja.

Jujur suka ngendon di toilet. Karena disana diperoleh ide-ide cemerlang yang bisa menunjang kreativitas orang sepertiku.

Jujur tidak pernah makan sehari tiga kali. Jujur alergi ayam. Jujur alergi mayo. Jujur suka nori. Jujur kalau tidak meminum kopi suka pusing.

Jujur pernah patah hati dua kali. Dengan pairing imajinasi. Dengan sosok imajinatif. Dengan pasangan yang hanya ada di imajinasi. Sial.

Jujur, suka tokoh mickey mouse gegara pairing imajinasi menyukainya, sejak enam tahun yang lalu. Sebelumnya biasa saja dengan mickey mouse, malah lebih suka spongebob.

Jujur, kepalaku botak. Tetapi syukurlah, diselamatkan jilbab yang insyaallah akan selalu menyelamatkanku. Agama tepatnya. Ijinkan aku berlajar lebih banyak.

Tulisan kali ini banyak curhatan colongan. Yaudah sih. Demikian yang dapat saya tulis tentang kejujuran yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semoga tulisannya ada yang bisa diambil manfaatnya, maafkan tulisan saya kebanyakan omong kosong. Terlalu panjang dan membosankan. Selamat membaca.

#WritingChallenge #TulisanPalingJujurYangBelumPernahKamuPublikasikanSebelumnya #BloggerHIUnair2012 #With #Alya #Dawud #Mahrita #Mayka

“Terkasih melambai haru. Cinta meradang merongrong. Ough senja memanggil menghilang. Sampai jumpa lagi lain waktu.”



4 komentar:

  1. Karena kusuka Faid apa adanya lalalala ~

    BalasHapus
  2. thanks to you Alaya yang paling ku lalala XD

    BalasHapus
  3. kelak nanti pangeran dari negeri sebrang kan menghampirimu dengan kuda putihnya, daf

    BalasHapus
  4. David, tak amini lek aku ketemu nek akhirat, dia tersenyum di sidratul muntaha.

    BalasHapus