Trace
“It’s kinda cute to see your secret smile, but why you leave
without a single trace?”
I know this life is crazy. You’re the perfect thing to see.
Everytime I see you, I can’t if I just look at you. But I just can see.
Panggil dia El. Gadis itu memiliki magnet kuat dalam dirinya
sejak pertama kali bertemu. Rambut warna merah muda yang manis. Dia selalu
datang ke bar tempatku bekerja. Dia datang tidak untuk minum, dia hanya duduk.
Memesan satu gelas lime-light
memutari bibir gelas sekali dua kali. Mengalihkan pandangan ke lantai dansa,
selama beberapa puluh menit. Memandang dinding disebelahnya, tak lama setelah
itu dia pergi. Tanpa meminum pesanannya.
Tepatnya dua bulan yang lalu, pertama kali aku melihatnya
datang. Rambut warna merah muda sebahu miliknya menarik perhatianku.
Satu minggu. Dua minggu. Ternyata dia datang satu minggu sekali.
Tidak berbicara dengan siapapun. Jika ada yang mendekat dan bertanya satu atau
dua hal, dia pergi.
Minggu ketiga, aku menempelkan note di lime-light
pesanannya—yang baru kuketahui dia tidak pernah meminumnya.
-----------------
Enjoy your lime.
Thank you for coming
-----------------
Setelah dia mencabut note
yang kutempel, kulihat dia membacanya dan tersenyum kecil. Tanpa rasa penasaran
siapa yang menempel. Mungkin dia mengira bar ini mempunyai kebiasaan baru
dengan menempel note di gelas pemesan
lime-light.
Minggu keempat, gadis rambut merah muda itu datang di hari yang
berbeda dari biasanya. Satu hari lebih awal. Selalu dengan rutinitas memesan
minuman, melihat lantai dansa, berpaling ke dinding, kemudian lantas pergi.
Tanpa jejak.
Minggu kelima, saat itu aku sudah berandai-andai mengajaknya
bicara, bertanya tentang satu hal. Atau banyak hal. Tentang rambut merah
mudanya. Sayang, dia tidak datang. Begitu pula minggu-minggu setelahnya. Dan
dia tidak pernah datang lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar