12/20/2015

Gerbong Asmara


20 Desember 2015

Kereta KRD Surabaya – Bojonegoro

Pukul 10.06 tepat kereta tiba di stasiun gubeng lama, saya segera masuk ke gerbong 4 dan duduk di kursi 3E sama seperti yang tertulis di tiket (lebih mirip kupon undian berhadiah). Gerbong asmara saya menyebutnya.

Jika di kereta bisnis dan eksekutif, kursi penumpang tidak berhadap-hadapan. Namun di kereta (super) ekonomi yang saya tumpangi ada dua kursi panjang saling berhadapan berisi 4-6 penumpang. Ada kurang lebihnya. Tuhan menciptakan semuanya ada manfaatnya. Di kereta ekonomi saya masih menjumpai senyum hangat dan sapaan basa-basi yang menenangkan. Hanya saya AC suka tiba-tiba mati dan membuat lemak saya kepanasan.

Kebetulan sekali saya duduk sendiri. Berhadapan dengan pasangan suami-istri muda yang sedang sibuk mengatur letak barang bawaan. Saya senyumin saja mereka.

Selang berapa menit, sang istri mengeluarkan kotak KFC dari dalam tas. Aroma ayam tepung menguar.

‘Sial. Jadi lapar deh!’ Batin saya

Kemudian dengan sabar sang suami melipatkan kertas bungkus nasi agar sang istri tidak kesusahan memakannya. Pun membuka bungkus sambal dan kecap dengan sabar. Sepasang mata saya jatuh di perut sang istri yang buncit.

Kalian tahu kenapa perut sang istri buncit? Kembung? Busung lapar? Tumor?
Jangan horor dan bringas gitu deh mikirnya.

“Maaf ya mbak, suami saya jadi sok perhatian gitu sejak saya hamil.” Kemudian senyum-senyum ke suaminya.

Saya hanya meringis dalam hati. Mengangguk tanda tidak mempermasalahkan keromantisan mereka di depan gadis tak berhati seperti saya.

“Maafin istri saya ya mbak, dia jadi manja gitu sejak hamil.” Kemudian sang suami senyum-senyum ke istrinya dan mereka saling pukul pelan.

Membuat saya mengembik (embeeeeek) dalam hati. Rasanya saya ingin lompat dari jendela lama-lama di depan mereka.

“Gak papa. Mbaknya hamil berapa bulan?” Asli kalian harus tahu muka saya saat mengatakan kalimat tanya tersebut! Bersinar terang dengan deretan gigi yang dipamerkan lewat senyuman. Padahal saya ingin menyantap ayam yang dipegang sang istri. Ya basa-basi.

“Enam bulan mbak.” Jawabnya si calon ibu yang lahap memakan ayam.

‘Oalah saya kira kembung mbak.’ Batin saya dalam hati sambil menahan tawa. Kemudian saya istighfar dalam hati. Karena sudah menjadikan kehamilan orang lain sebagai bahan lelucon.

Memang saat itu adalah momen paling MEH. Berada di depan pasangan suami-istri muda yang masih doyan romantisan. Tapi tidak apa, saya menikmati setiap momen yang terjadi di hidup saya. Kan katanya hidup hanya sekali. Maka hidup sekali itu harus berarti. Setelah itu mati.

Adegan demi adegan membuat saya ingin menutup mata dan telinga. Tapi tidak mengapa. Hidup ini harus dinikmati, semengerikan apapun itu.

‘Hmmm begitu ya.’ Batin saya melihat perhatian satu sama lain.


Keduanya begitu mengagumi satu sama lain. Saya senang ikut mengetahuinya. Semoga selalu setia sampai kakek nenek, sampai akhir.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar