1/15/2016

Keputusan

Menunggu_

Embun tidak datang pada siang hari. Dia tidak pula datang saat kau merindukannya.

Embun selalu menunggu pagi untuk menampakkan diri. Tidak mengapa dia harus menunggu pagi, karena dia tetap bisa datang setiap hari. Tidak mengapa harus pergi, tapi embun selalu kembali. Dia tahu pagi akan datang.

Begitu juga dengan pemuda itu, menyeruput pahitnya secangkir kopi setiap pagi. Menanti sang gadis yang entah kapan datangnya. Dia tidak pernah tahu. Dia ingin menyerahkan seluruh hatinya. Hanya untuk gadis itu.

***

Malam itu,

“Daeng pergi, kau jagalah dirimu.” Pemuda itu mencoba sekuat hati pamit kepada teman gadisnya.

Sudah dikatakan semua isi perasaannya, tapi sang gadis tidak mengatakan sepatah kata pun.

Pemuda itu menghidu perasaannya sendiri.

“Andi bisa jaga diri. Daeng hati-hati di seberang.” Gadis itu melepas kepergian pemuda itu ikhlas.

“Daeng tunggu andi di seberang, mainlah nanti.” Pemuda itu menahan sesak dalam dadanya. Menyumpalnya dengan senyum di bibir. Gadis itu hanya mengangguk melihat senyum sang pemuda.

Pemuda itu kemudian pergi setelah berbalik menatap sang gadis yang sudah tak terlihat punggungnya entah kemana perginya.

***

Pemuda itu masih menanti. Menitipkan percayanya pada angin untuk disampaikan pada gadisnya. Meski dia tidak tahu apa sang gadis masih sendiri? Atau hanya dia yang menghidu sendiri?

“Daeng akan menunggu sampai tidak sanggup lagi mencintai Andi.” Ucap pemuda itu lewat sambungan telepon.

“Daeng menunggu An—” Belum selesai dia bicara sampungan telepon terputus.

Lagi-lagi pemuda itu harus meneguk secangkir kopi pahit pagi itu. Dan kembali menunggu.

Daf, 02 Januari 2016 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar