Menunggu_
Embun tidak datang pada siang hari. Dia tidak pula datang saat
kau merindukannya.
Embun selalu menunggu pagi untuk menampakkan diri. Tidak mengapa
dia harus menunggu pagi, karena dia tetap bisa datang setiap hari. Tidak
mengapa harus pergi, tapi embun selalu kembali. Dia tahu pagi akan datang.
Begitu juga dengan pemuda itu, menyeruput pahitnya secangkir
kopi setiap pagi. Menanti sang gadis yang entah kapan datangnya. Dia tidak
pernah tahu. Dia ingin menyerahkan seluruh hatinya. Hanya untuk gadis itu.
***
Malam itu,
“Daeng pergi, kau jagalah dirimu.” Pemuda itu mencoba sekuat
hati pamit kepada teman gadisnya.
Sudah dikatakan semua isi perasaannya, tapi sang gadis tidak
mengatakan sepatah kata pun.
Pemuda itu menghidu perasaannya sendiri.
“Andi bisa jaga diri. Daeng hati-hati di seberang.” Gadis itu
melepas kepergian pemuda itu ikhlas.
“Daeng tunggu andi di seberang, mainlah nanti.” Pemuda itu
menahan sesak dalam dadanya. Menyumpalnya dengan senyum di bibir. Gadis itu
hanya mengangguk melihat senyum sang pemuda.
Pemuda itu kemudian pergi setelah berbalik menatap sang gadis
yang sudah tak terlihat punggungnya entah kemana perginya.
***
Pemuda itu masih menanti. Menitipkan percayanya pada angin untuk
disampaikan pada gadisnya. Meski dia tidak tahu apa sang gadis masih sendiri?
Atau hanya dia yang menghidu sendiri?
“Daeng akan menunggu sampai tidak sanggup lagi mencintai Andi.”
Ucap pemuda itu lewat sambungan telepon.
“Daeng menunggu An—” Belum selesai dia bicara sampungan telepon
terputus.
Lagi-lagi pemuda itu harus meneguk secangkir kopi pahit pagi
itu. Dan kembali menunggu.
Daf, 02 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar