Wedding
Kamis, 21-01-2016 pukul 09.00 pagi, salah satu teman menggila
saat duduk di bangku SMP sekaligus sahabat, resmi menjadi istri orang. Aku
terharu. Dia sudah menyempurnakan agamanya dengan mengemban amanah menjadi
seorang istri. Diberkati dan selalu melimpah rahmat untukmu, Put (Puput).
Dimudahkan segala urusan. Kuat-kuat di ibukota.
Sore tadi, Mbak Andien dan Aku datang ke rumahnya. Karena satu
dan lain hal kita berdua tidak bisa datang ke akad nikah dan resepsi
pernikahannya. Jadi baru datang sore tadi.
Reuni bertiga setelah hampir empat tahun tidak bertemu.
Sebenarnya kita adalah geng, mantan geng yang beranggotakan empat orang.
Sayang, kita tidak bisa kumpul lengkap. Tapi gapapa, doa kita lengkap.
Kita membicarakan banyak hal.
“Put, kenapa kamu memutuskan untuk menikah?” Pertanyaan itu
keluar begitu saja dari mulutku.
“Apa yang membuatmu begitu yakin, hingga akhirnya memutuskan
untuk menikah?”
“Konon katanya cinta itu tidak butuh alasan,” Jawaban Mbak
Andien kemudian menggertakkan hatiku. *padahal gak punya hati*
“Tuh, Put. Cinta gak butuh alasan. Sama halnya dengan
pertanyaan. Terkadang dia tidak membutuhkan jawaban.”
“Kamu butuh waktu berapa lama hingga akhirnya berani mengiakan
semua ini?” Aku semacam menginterogasi pengantin baru saja.
“Sudah berapa lama pacarannya?” Tanya Mbak Andien kemudian.
Mbak Andien dan Aku semacam partner
yang sedang menginterogasi saksi.
Kemudian Puput menjawab pertanyaan kita dengan satu kalimat.
“Kita sudah saling mengenal tiga tahun eh—” Belum selesai dia menjawab
kita berdua sudah menyauti dengan jawaban yang sama.
“Owalaaah pantas
saja.”
Ternyata sudah lumayan lama mereka berdua saling mengenal. Tiga
tahun cukup untuk memahami karakter dan sifat masing-masing. Untuk merencanakan
semuanya hingga mereka memantapkan hati satu sama lain. Membuat keputusan, dan
bersedia memulai lembaran baru.
“Sudah jatuh hati dari pandangan pertama.” Jelas Puput sedikit
malu-malu.
WOW! Dia sungguh berani. Mengambil keputusan hebat dalam hidupnya.
It is no joke! Wedding is no joke.
Kemudian Puput menemui tamu yang lain. Mbak Andien dan Aku
kemudian mendiskusikan hal-hal lain.
“Puput sudah banyak berubah ya, semakin dewasa.” Ucapnya pelan.
“Atau kita yang aneh ya, gini-gini aja?” Kemudian kita berdua tertawa pelan.
Ternyata benar, semuanya sudah banyak berubah. Aku masih
‘gini-gini’ saja. Masih dengan gaya slengekan,
tidak serius dan kurang realistis dan logis. Aku belajar banyak dari
orang-orang disekelilingku.
Jika melihat pernikahan temanku ini, maka pernikahan bukanlah
pilihan. Bukan memilih menikah atau tidak. Melainkan keputusan yang harus
diambil setelah upaya dan usaha saling mengenal. Sehingga tidak ada kata ‘untuk
apa lagi hubungan ini?’. Pasti mereka berdua sudah dipusingkan dengan banyak
hal. Sudah mempertimbangkan macam-macam.
“Put kamu capek ya?” Tanya Mbak Andien saat Puput kembali
bergabung dengan kami.
“Iya, capek banget.” Kemudian kita duduk berjajar. Ah rasanya
menyenangkan sekali berkumpul seperti ini.
Rasanya kita masih seperti bertemu biasa, dia yang ceria sama
dengan beberapa waktu lalu. Tapi tidak, semuanya berbeda. Dia sudah menjadi
lebih dewasa dan memperhitungkan ini dan itu.
Sekali lagi selamat menempuh hidup baru pernikahan untuk temanku
yang dari dulu hingga sekarang masih konsisten kecil dan imut, Puput.
-Sementara aku sudah seperti raksasa yang tiap pekan membesar.
Melebar. Dan sejenisnya.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar