“Kasihan
kasih tak terbalas. Kasihan yang tersia-siakan. Kasihan sampah yang disalahkan.
Wahai pemberi kasih, bersihkan hati yang kian keruh.”
Jika
diminta untuk menuliskan kejujuran yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya,
maka tidak bisa dihitung jumlahnya. Tidak bisa disebutkan satu per satu,
sebanyak apa kejujuran tersebut. Terbiasa hidup dalam kebohongan. Termasuk
kebohongan atas diri sendiri. Ah kebohongan memang menjadi penolong di masa
sekarang, tapi dia tidak punya masa depan. Untuk apa mempertahankannya. Saya
kira tidak salah jika saya menuliskan kejujuran tentang diri saya. Meski
rasanya sulit, jika memang bisa dicoba mengapa tidak.
Buddha
mengatakan ada tiga hal yang tidak bisa disembunyikan, matahari, bulan, dan
kebenaran.
Beberapa
orang memanggilku Fa’id, jadi silahkan panggil demikian. Jujur, panggilan itu
lahir karena begitu banyak orang yang bernama ‘diah’ atau ‘ayu’ bahkan ‘vivit’.
I’d like it. Dan menjadi aneh dipanggil selain ‘Fa’id’.
Mantan
anak motor *tiiiiiiit*, jadi pas kuliah tidak diijinkan untuk membawa motor.
Mantan
anak pencak silat yang berhenti karena tidak ada kendaraan untuk datang ke
tempat PKM. Duh bilang aja malas cari alternatif.
Jujur,
sebelum kuliah berat badan 20 kilos lebih rendah daripada sekarang. Jadi suka
merasa bingung, dulu kurus dan dibilang kurang makan, sedangkan sekarang gendut
dibilang banyak makan.
Seorang
anak perempuan yang sangat biasa-biasa saja. Bersyukur sekali masih diberi
nikmat dan berkah keluarga yang selalu—literally always—meluruskan jalan yang
sering membelokkanku. Keluarga adalah tempat dimana luka, duka, suka dan
bahagia bermuara, semuanya menguar bebas disana. Meski terkadang keluarga bisa
jadi boomerang. Justru dari situ
mengajarkan banyak hal. Keluarga saja
bisa jadi boomerang, bagaimana jika bukan keluarga. Mengambil pelajaran
sederhana saja, sih.
Sangat
sayang kepada orangtuanya dan tidak bisa mengungkapkannya. Oleh karena itu aku
selalu berusaha mencari uang sampingan untuk bisa memberikan mereka sesuatu.
Aku masih belum bisa menunjukkan ‘aksi’. Aksi, seperti rutin memijat kaki
mereka, membantu memasak, membantu Ayah meringankan beban keuangan. Aku belum
bisa semahir itu. Aku biasanya menuliskan rasa terimakasihku di secarik kertas,
memasukkannya kedalam kotak kado, memberikannya kepada orangtuaku. Di hari Ibu,
di hari ulang tahun, hari pernikahan mereka. Cukup bahagia, melihat mereka
membacanya, menitikkan air mata.
“Happiness isn’t about how much we have,
but how much we enjoy, that make happiness” –Charles Spurgeon-
Semoga
aku bisa menjadi apa yang selalu kalian harapkan. Dengan tetap menjadi diri
sendiri.
Punya
dua saudara laki-laki yang sangat menyayangiku, begitupun sebaliknya. Mereka
selalu menanti pulang—kata mom. Tapi, ketika ada mereka akan pura-pura tidak
peduli. Saat harus kembali, mereka seolah tidak peduli padahal sudah menghitung
kapan kakak akan kembali. Hisam, kamu lanjutkan ekstrakulikuler jurnalistik ya.
Jaga kesehatan. Jangan makan sembarangan. Minum obatnya, jangan suka mimisan
kayak aku. Jangan terlalu kurus, soalnya gabisa berbagi kaos dan celana jins.
Aat, ekstrakulikuler penting nak, jangan lupa belajar. Matematika penting,
jangan lupa mata pelajaran yang lain. Jangan malas kayak kakak ya. Maafkan
belum bisa jadi panutan yang baik. I love
you both.
Jujur,
perkara mandi menjadi krusial. Sehari mandi sekali itu sudah anugerah. I can’t stand with it. Tapi berusaha
untuk tetap wangi dengan parfum sebotol yang pasti habis sebelum kalender
bulanan habis. Alasannya sih hemat air, tapi pada dasarnya malas mandi. Padahal
islam mengajarkan, bersih itu ikut andil dalam bagian iman. Baiklah, I’m not that good enough, but am always
learn abt it.
Terus,
mataku minus. Yang kanan 200 yang kiri 175. Tapi malas memakai kacamata.
Lagi-lagi terselip kata malas.
Jujur,
suka bunga dan plester gulung. Bunga, dia selalu merekah pada masanya, dan itu
alamiah. Kecuali kuncup yang patah sebelum merekah. Seperti cinta, bunga adalah
cinta yang dibiarkan tumbuh. Benci adalah kuncup yang dibiarkan patah. Lalu
mengapa plester gulung? Karena dia lebih rekat dibandingkan solatip plastik.
Suka
beli Pro-ATP di apotek karena jantungnya suka kurang ajar.
Jujur,
sering merasa unrequired, unimportant, dan be an alternative one. Artinya suka bawa perasaan. Kalian tahu kan
maksudnya alternatif? Ya sudah kalau begitu tidak usah saya jelaskan.
Suka
berdiam di satu tempat yang dirasa nyaman. Saat bosan, barulah beranjak. At least I was made a memory on it.
Tidak
mudah percaya dengan orang lain. Tapi jangan berbohong di hadapan psikolog atau
psikiater, mereka menyebalkan. Mereka membaca gerak-gerikmu.
Suka
iri dengan mereka yang bisa membeli novel atau buku dengan uang mereka sendiri.
Bahkan gaji bulanan diluar uang saku terkadang ‘eman’ banget buat membeli
sesuatu. Orangtua tidak pernah menghendaki membeli novel, atau komik, atau
semacamnya—sebenarnya, tetapi mereka tidak marah saat aku membacanya didepan
mereka.
Tidak
punya kesibukan seperti mereka diluar sana yang aktif dengan organisasi atau
komunitas. Hanya berdiam diri di kamar kosan. Mengerjakan tugas (jika tidak
malas), berangkat ke kampus (insyaallah dengan niat sepenuh hati), balik lagi
ke kosan. Jadi, seolah aku ini tidak
pernah capek, karena mereka melalukan ‘pekerjaan nyata’ yang lebih menguras keringat dan otak. Saat aku mengatakan
aku capek, pandangan tidak percaya dan masa bodoh ada di beberapa reaksi
orang-orang di luar sana. Ya, aku jobless.
Aku tidak se-capek kalian. tidak se-berkontribusi kalian, aku tidak se-pandai,
se-cerdas, se-pintar, atau se se yang lain.
Terimakasih
untuk yang bertahan dengan manusia annoying
sepertiku. Bersyukur sih jadi annoying,
apasih yang nggak disyukurin. Tapi buat apa membandingkan, ribet banget idup cuman sekali pake acara dibanding-bandingin segala,
rempong deuh. Hanya ingin memberi tahu saja.
Jujur
suka ngendon di toilet. Karena disana
diperoleh ide-ide cemerlang yang bisa menunjang kreativitas orang sepertiku.
Jujur
tidak pernah makan sehari tiga kali. Jujur alergi ayam. Jujur alergi mayo.
Jujur suka nori. Jujur kalau tidak meminum kopi suka pusing.
Jujur
pernah patah hati dua kali. Dengan pairing
imajinasi. Dengan sosok imajinatif. Dengan pasangan yang hanya ada di
imajinasi. Sial.
Jujur,
suka tokoh mickey mouse gegara
pairing imajinasi menyukainya, sejak enam tahun yang lalu. Sebelumnya biasa
saja dengan mickey mouse, malah lebih
suka spongebob.
Jujur,
kepalaku botak. Tetapi syukurlah, diselamatkan jilbab yang insyaallah akan
selalu menyelamatkanku. Agama tepatnya. Ijinkan aku berlajar lebih banyak.
Tulisan
kali ini banyak curhatan colongan. Yaudah sih. Demikian yang dapat saya tulis
tentang kejujuran yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semoga
tulisannya ada yang bisa diambil manfaatnya, maafkan tulisan saya kebanyakan
omong kosong. Terlalu panjang dan membosankan. Selamat membaca.
#WritingChallenge
#TulisanPalingJujurYangBelumPernahKamuPublikasikanSebelumnya
#BloggerHIUnair2012 #With #Alya #Dawud #Mahrita #Mayka
“Terkasih melambai haru. Cinta meradang merongrong. Ough senja
memanggil menghilang. Sampai jumpa lagi lain waktu.”