Saat itu Aku baru saja terluka. Siapa yang melukai? Tidak ada.
Hanya saja aku kurang berhati-hati, sehingga aku mendapatkan luka.
Luka itu amat menyakitkan, sampai rasanya aku ingin terus
memejamkan mata dan enggan membukanya. Hingga suatu hari datanglah Kamu,
menawarkan plester luka. Tapi saat itu aku sudah memplester lukaku. Aku tidak perlu plester dobel. Aku tidak ingin
membuatmu terlalu berharap, aku mengatakan aku tidak perlu plester dobel, satu
saja cukup.
Waktu seakan berlari, meninggalkan masa laluku. Aku tidak lagi
menghiraukan, aku yakin dengan tetap melangkah ke depan masa depanku jauh lebih
baik. Dan kamu, meski kuabaikan selalu ada. Membuat aku sedikit tersentuh
dengan usahamu. Tapi aku tidak ingin memaksa hatiku menerimamu. Perlahan
kubukakan kesempatan itu, seolah hanya untuk kamu.
Kemudian, semuanya terasa indah. Air saja terasa begitu manis.
Sengat matahari terasa teduh. Temaram seakan jadi jeda terindah antara terang
dan gelap. Hari-hariku dipenuhi olehmu.
“Like flower swaying in the winds”
You came towards me, knocked
my heart and make it bloomed, said You love me.
But now, You look so happy. Then
leave, after stabbed me that hard. My heart hurts when I see you. Why are you
happy? I picture your face clearly.
Aku tersenyum saat kamu memutuskan untuk pergi bersamanya. Aku
tak tahu apa-apa, dan kemudian kamu pergi. Aku hanya (sedikit) terkejut. Dan
akhirnya tidak ada lagi kamu. Tinggal aku. Hanya aku. Sesekali menangis.
Menangisi diriku sendiri.
“Maybe You opened my heart with a knife~”
Sekali, dua kali, terjerambab dalam lubang yang serupa. Kali ini
tidak menghadirkan luka. Justru aku berbunga-bunga. Aku semakin menghargai
sendiriku yang berharga. Aku mulai menutup tirai dibelakangku dan membuka tirai
demi tirai didepanku.
Aku memutuskan untuk menulis (lagi) buku. Menyibukkan diri
dengan naskah film buatanku, memproduserinya sendiri. Aku menyewakan kafe jerih
payahku untuk biaya pembuatan film. Kurampungkan semua lukisan dan mengadakan
pameran lukisan atas labelku. Aku mulai serius di kemampuan bermusikku. Aku
mulai menyentuh gitar tuaku (lagi) dan piano peninggalan kakek. Sebelumnya aku
sudah merilis beberapa single lagu. Kali ini kuputuskan untuk merilis album.
Aku punya semangat untuk itu. Kutulis semuanya sendiri. Aku menjadi orang yang
sangat sibuk. Salah, menyibukkan diri.
Kurasa hidup seperti ini lebih kusukai. Aku menjadi lebih
bersemangat dan tidak sibuk memikirkan orang lain yang bisa saja tidak pernah
sekalipun memikirkan aku. Aku mulai terjun di beberapa agenda sosial.
Bekerjasama dengan beberapa perusahaan nasional dan multinasional untuk
membangun sekolah-sekolah di pelosok negeri, aku berkontribusi bersama tim
decorator ruang. Yah, menggambar tembok-tembok ruangan yang akan memotivasi
siswa dalam belajar. Semoga apa yang kulakukan selalu memberikan manfaat.