Jim
Malam
ini aku tidak ingin menceritakan aib atau cerita siapapun. Hanya ingin
menyampaikan rindu padamu, teman dunia maya yang sudah lama tak bertemu (dalam
chat). Dinding media sosialmu penuh dengan pesan teman-teman yang sedang
mencarimu. Kuharap bukan diantara mereka yang kamu ungkap kebohongannya dulu.
Beberapa ada tetangga yang merindukan kehadiran keluargamu. Kamu sepertinya
pindah. Kemana? Entahlah. Mereka (tetanggamu) saja tidak tahu apalagi aku (bukan
siapa-siapa).
Jim,
memang benar pulau yang terabaikan akan menjadi perhatian saat sudah menjadi
tanah rebutan. Tanah perjanjian. Memang benar orang terdekatmu adalah mereka
yang selalu ada saat bahagia dan susahmu. Bukan mereka yang hanya ada saat
susahmu, hanya menawarkan kata-kata penghiburan. Meski benar mereka yang ada
disisimu saat kamu bahagia tidak menampakkan iri dengki di hati, tapi siapa
yang tahu hati manusia?
Akankah
kita dipertemukan dua, lima, sembilan, atau sepuluh tahun lagi? Seperti relawan
bantuan yang bertemu dengan korban yang ditolongnya sepuluh tahun lalu yang berkeliaran
di timeline media sosialku. Jim, akankah kita bertemu sepuluh tahun lagi? Siapa
yang lebih dulu, aku atau kamu? *slap
Jim,
hidup butuh keluwesan bukan? Aku melihat itu di kamu. Kamu begitu luwes bercerita
tentang kondisimu padaku. Namun bisa saja kamu sedang mencoba menghilangkan
kecemasan dalam dirimu. Seperti kata-kata yang luwes, dia bisa saja
membahayakan, bisa pula membahagiakan, meski ditulis dengan huruf yang sama.
Bisa saja menusuk, padahal yang lainnya meninabobokkan. Seperti Singa yang
luwes berlari, tidak tahu dia memang sedang berlari atau sedang mengejar rusa.
Hidupmu juga begitu Jim, luwes. Tidak tahu berjalan dengan kesakitan yang
berkelanjutan penuh dengan kebersamaan keluargamu yang membahagiakan atau
berjalan dengan ketakutan yang tertutupi oleh ribuan harapan yang saling
tumpang tindih. Begitu juga hidupku Jim, luwes. Berjalan dengan mencari tahu
atau keingintahuan yang membuatku berjalan (sampai sekarang). Seorang yang
kusanjung disana menyebut, harusnya hamba menyerahkan masalah dunia pada Tuhan
dan mempermasalakan perkara akhirat pada dirinya sendiri. Tapi bukan manusia
jika tidak memikirkan kalimat itu. Ya. Tuhan sudah mempersiapkan rejeki. Tapi
mana mungkin datang si rejeki jika tidak dicari. Sama halnya perkara akhirat. Jim,
maafkan aku yang terhasut oleh pesan-pesan di dinding media sosialmu. Sehingga
tulisan penuh dengan. . .well aku
tidak bermaksud demikian. Maaf, maksudku. . . Jawablah private messages ku jika kamu tak sengaja melihatnya. Hanya pesan
rindu yang kusampaikan.
Jim,
kamu harus tetap kuat. Berdoalah, jangan pernah bosan. Tersenyumlah meski
pahit. Tertawalah meski perih. Bercengkramalah meski sedih. Hiduplah penuh semangat.
Ah aku telalu naïf menyemangatimu jika aku sendiri semangatnya melempem. Jim, entah ini post ku yang keberapa tentangmu, ketiga mungkin. Tapi aku tak pernah bosan bercerita tentangmu. Meski di awal aku tidak akan bercerita atau membuka aib orang. Tapi omong kosongku bisa jadi boomerang Huft
Aku
ingat kata-katamu yang sampai sekarang terngiang di kepalaku tentang cinta.
“Cinta
tidak pernah meminta. Cinta bukanlah menyerahkan diri. Tapi cinta itu menerima
dan memberi dengan tulus. Seperti cinta orang tua padaku. Mereka mengasihiku,
aku menerima kasih itu. Dengan tulus. Aku tidak meminta. Dan mereka pun tidak
memaksa. Tujuan cinta adalah mengasihi cinta yang lain. Seperti kehidupan.
Tujuan kehidupan hanya satu, kematian. Setidaknya hargailah hidup untuk matimu.
Hidup berhargamu yang tidak kamu dapati saat kematian datang.” Ah mengapa aku
mengingat bagian ini Jim? Mengapa?
Jim
kuharap kamu sedang menghabiskan musim dinginmu yang indah dengan membuat
begitu banyak Olaf (manusia salju) dan menuang saus Alfredo hangat ke salad
kesukaanmu. Kuharap kamu sedang tertawa terbahak-bahak mendengar lawakan dari
serial komedi lawas yang sering mamamu ceritakan tiap hendak tidur. Hey Jim,
kamu terlalu sering cerita padaku sampai aku hafal kebiasaanmu. Kebiasaan
bodohmu yang suka mencabuti alis matamu. Jim, tidurlah yang nyenyak. Mimpikan
teman semumu (aku) yang super bawel.