4/22/2013

Aku Merindukanmu, Senja Tahun Lalu



I

Sore hari, tak berarti merubah kota tua ini untuk tenang dan menikmati temaram dengan damai. Masih sama, padat merayap. Asap juga masih menyusup dan berbaur dengan rasa dan warna-warna kehidupan, menggiurkan kehidupan disini, Namun, menggerahkan lebih tepatnya. Tak tega rasanya melihat para pengendara saling beradu klakson motor dan mobil yang berasa saling menghina kenapa tak jalan-jalan, macet. Bising memang. Tapi apalah daya, kota tua ini sungguh memikat para pecinta uang dan harta dunia. Memang menggoda rasa.
Para pekerja kantoran menenteng tas kantor mereka letih. Lengan baju yang disingsingkan mempertajam keringat yang berkilauan dijejaring kulit. Wajahnya masam, penuh peluh. Berjalan saling cepat menuju pemberhentian kereta yang telah dipadati hilir manusia dengan harap sama. Sampai dirumah cepat, bertemu keluarga, dan istirahat untuk bersiap mengulangi rutinitas yang sama esoknya. Menyebalkan memang.
Sam, dia menegak air di botolnya bingal. Dia haus, pasti. Pegawai kantoran yang berperawakan model itu itu tak urung juga mendatangkan gadis yang mau menerima pegawai kantoran sepertinya.
Dia menoleh, ada kereta datang. Dia melangkah kearah pintu-pintu kereta yang berjajar dan berdecit mencoba menge-rem.

Berdesak-desakan masuk tak mau mengalah. Sam berdiri, menggelantungkan tangannya pada pegangan besi yang berjajar rapi itu. Sudah biasa, hampir setiap hari begitu.
“Terlalu banyak penduduk” celetuknya sebal
Bapak-bapak disebelahnya berdiri hanya menoleh, walaupun berada dalam posisi setuju dengan ucapan Sam barusan.
Dia memandang sekeliling, hampir sama. Para pekerja, laki-laki dan perempuan yang berbaur di dalam kereta kelas ekonomi. Laki-laki yang memakai jas dan sepatu hitam mengkilap, serta perempuan yang memakai kemeja dan rok sebatas lutut. Rata-rata seperti itu.
Ada dia, dia berbeda. Dia memakai kaos lengan panjang dan celana sebetis. Tidaklah cukup feminine, tapi cukup menawan dengan rambut panjang yang digerai dengan sepatu hak tinggi yang menghiasi kakinya. Sam, mengamatinya. Dia memang pemerhati wanita. Tapi, tidak semuanya.
Gadis itu sepertinya tak mengalihkan pandangannya dari kaca disebelahnya duduk, membuat Sam mendongak ingin tahu apa yang sedang dilihatnya. Sam melihatnya membawa buku, mencoba memicingkan matanya, judul buku itu “Senja bercinta”, Sam tersenyum.
“Yah, cantik sekali” Sam barusan memujinya
Bapak-bapak disebelahnya hanya menoleh dengan mencoba mencari tahu siapa sebenarnya yang cantik. Sam, kembali bergumam.
“Apakah dia pecinta senja> Dia sedang melihat senja.”
“Hei, anak muda. Kamu sedang melihat siapa> Bidadari Senja” sahut bapak disebelahnya penasaran.
“oh Tuan, dia cantik sekali yang pake kaos itu” Sam menunjukkan gadis itu.
Gadis itu bergerak, Sam mulai risau. Apakah gadis itu harus secepat itu turun> Sam belum tahu namanya> Padahal sering sekali sam menyayangkan gadis cantik yang turun dari kereta lebih dulu darinya.
“Sayang sekali dia turun”
“Cih, dasar anak muda” Bapak itu tersenyum getir melihat Sam.
Sam tak tega melepas kepergiannya, padahal sam yakin masih banyak gadis-gadis cantik yang akan membuatnya terpesona, dasar lelaki. 

Sam sendiri bergidik dengan tingkahnya. Gadis itu melangkah melewatinya, aroma vanilla menyebar. Membuat bulu kuduk sam berdiri. Gadis itu mungil, dengan hak tinggi nya tidak lebih tinggi dari Sam. Sam berasa melihat bulan jatuh kala itu. Sam merutuk kenapa dia tidak mengambil pintu dibelakang Sam, biar bisa lama-lama mencium wangi vanilla yang menggelitik itu, dia berjalan ke gerbong sebelah. Sam dongkol mengikuti nafsu lelakinya. Sedikit mengintip di sela-sela tubuh yang rapat memenuhi kereta sore itu, ‘kemana gadis itu pergi’ batinnya. ‘Bodoh, dia turun lah’ umpatnya pada diri sendiri. 
Tapi sesaat tidak terlihat lagi. Kemudian kereta berhenti, pintu dibelakang Sam otomatis terbuka, penumpang ada yang naik dan turun. Sam terdorong hingga menempelkan mukanya di kaca samping pintu kereta itu, betapa beruntungnya dia. Melihat gadis itu lagi, sedang memelototi HPnya, kemudian menyapa laki-laki diseberang. Sam seketika kalang kabut, otaknya membuncah dan hatinya remuk redam, dia sudah mempunyai kekasih. Sam menertawai dirinya. Segera berdiri dan memperbaiki posisinya. Pintu kereta tertutup kembali. Dia kembali ke gantungan pergelangan besi itu lagi.
“Tidak! Aku tidak beruntung”
“Hei… Kamu kenapa>” bapak-bapak disampingnya heran melihat tingkah konyol Sam.
“Ternyata gadis itu sudah mempunyai kekasih” dengan mengusap mukanya lamat. Mengerjapkan matanya berat. Dia mulai melonggarkan kancing kemejanya, dirasa panas mendera.
“kenapa tiba-tiba panas” mengibas-kibaskan kemejanya dengan tangan kiri dan tangan kanan tetap setia bergelantungan.
“Haha, baru segitu saja kamu sudah mundur. Dasar anak muda. Aku turun dulu” Bapak-bapak itu kemudian melenggang seraya menepuk pundak Sam.
“oh, stasiun berikutnya. Terimakasih tuan. Hati-hati” Lambai Sam.
Beberapa stasiun kemudian Sam turun. Melangkah gontai, Sebenarnya masih terlalu jauh untuk jalan kaki, biasanya 3 hari dalam seminggu Sam naik bus. Tapi Sore itu Sam memutuskan untuk jalan kaki. Senja sudah semakin menghilang, dia menerawang ke atas, langit jingga sudah mulai berubah gelap dan lampu-lampu jalanan sudah berebut untuk dinyalakan. Teringat gadis tadi, pertokoan di seberang menggodanya. Sam melangkah cepat, dan memasuki toko buku yang entah dia sendiri tak pernah sadar selama ini ada toko buku disana. Bahkan dia tidak begitu suka dengan buku. Dan demi apa dia melenggang di bagian novel. Sejak kapan dia menyukai cerita romansa bercinta> Bahkan dia selalu menyindir kakak perempuannya yang suka menghabis-habiskan uang untuk novel, sekarang dia sedang apa>
“Dimana buku itu> Senja Bercinta” Gumamnya, dengan terus mencari di rak-rak buku yang tak terhitung jumlahnya. Sekitar sepuluh menit, Sam sedikit frustasi hingga akhirnya ada gadis belia sedang memegang buku itu, Sam bertanya.
“Dimana kamu dapatkan buku itu>”
“Aduh om, ini ada dirak novel keluarga. Beli buat pacarnya ya” Goda gadis itu dan pergi.
Sam mati kutu disitu, ‘pacar’ batinnya berteriak. Aku bahkan tidak mempunyai teman dekat wanita. ‘Tapi aku bukan Gay’ hatinya bergejolak dengan anggapan tentang lelaki berumur, single, mempesona adalah gay.
“Apakah aku mempesona>” Haha Sam menyeringai dirinya sendiri.
“Novel keluarga kenapa judulya begitu>”
Ya, novel itu didapatkan Sam ditumpukan buku dirak paling depan dari novel keluarga. Hatinya lega.
Sesampainya dirumah, kakak perempuannya sedang berlinangan air mata didepan DVD ruang tamu.
“Hei.. kenapa kakak tidak menontonnya dikamar> Bikin malu tau kalau ada yang datang. Aku saja terkejut”
“Diamlah Sam, pemeran utamanya tenggelam di lautan pas senja” Dengan mengusap matanya pake tissue.
Senja, mendengar kata itu Sam bergidik dan ikut duduk disamping kakaknya.
“Sedang apa kamu> Ingin menggodaku> Sudah masuk kamarmu sana”
“Aku hanya penasaran, kenapa kakak sampe segitunya>”
Kakaknya mulai menceritakan awal kisah film percintaan yang menyedihkan ini.
“Seorang gadis senja yang selalu datang ke sebuah taman kota di Venice. Dia membuat penasaran pemuda asal Mexico yang sedang berlibur seminggu disana. (Sam sudah mulai memvisualisasikannya). Hari pertama, pemuda itu hanya melihatnya. Hari kedua, pemuda itu berkenalan dengan gadis itu. Hari ketiga, mereka memutuskan untuk pergi ke bibir laut Adriatik. Pemuda itu menyatakan perasaannya, pemuda itu memberi sapu tangan jingga  dengan hiasan bunga. Dan gadis itu mengatakan “Cinta itu kata yang dikehendaki Tuhan kapan datangnya”. Hari keempat gadis itu tidak datang ke taman saat senja. Pemuda itu bingung. Bahkan dia tidak tahu rumah maupun kontaknya. Hari kelima, pemuda itu sudah menunggu di taman dari pagi hingga senja. Tidak mendapati gadis itu, ada seorang ibu-ibu setengah baya mengahmpirinya.
“Kamu menunggu gadis senja itu>”
“Iya”
“Dia tenggelam di Lautan Adriatik senja kemarin, makanya dia tidak datang. Dia hendak mengambil sapu tangannya yang keseret ombak. Dia tidak bisa berenang” Seketika hati pemuda itu teriris dan tegang, jantungnya berdegup tak karuan. Sapu tangan itu darinya. Pemuda itu menangis karena merasa dialah penyebabnya. Gadis cantik itu berakhir di Senja Adriatik. Sangat romantis. Tapi begitu menyedihkan Sam. Dihari keenam, pemuda itu meninggalkan separuh cintanya di Venice dan setiap taun datang ke bibir pantai menatap senja yang tak berdosa. Hiks, , ,”
“Apakah cinta seperti itu mungkin kak> Cinta pandangan pertama, kenapa harus senja>” Sam baru malam ini merasa hatinya goyah dengan kata senja.
“Hei, cinta itu didatangkan Tuhan. Tapi, pada mereka yang atas dasar rasa, bukan nafsu. Ingat Sam. Karena pembuat naskahnya suka senja.”
“Ah, sudahlah aku kekamar dulu. Hentikan tangisanmu kak. Kamu jadi terlihat jelek.”
“Ya! Dasar batu, patas saja tidak ada gadis yang mendekatimu”
“Weeek, kakak juga”
Malam itu, sam mulai membaca lembar-lembar pertama novel senja bercinta yang tak lama kemudian membuat kantuknya tak dapat ditahan. Dia terlalu lelah.
Pagi itu dia terbangun, Sam berangkat lebih awal. Di meja makan, Papa dan Mamanya sedang sarapan, sementara kakaknya sudah beranjak ke perkebunan stroberi miliknya di sudut kota sana.
“Pagi Sam”
“Pagi Pa. Papa tidak ke kantor>” Sam heran kenapa papanya tidak memakai kemeja rapi kantornya.
“Kamu masih belum ingin bekerja di kantor papa, Sam>”
“Sam masih butuh waktu pa.”
“Sampai kapan Sam> Kamu sudah tumbuh dewasa. Kamu mau terus-terusan jadi pegawai kantor orang lain> Sementara papamu butuh” pembicaraan pagi ini teramat santai
“Lusa, Sam dapat proyek baru pa, kalau saja tidak berhasil. Sam akan langsung menemani papa” Sam memakan roti telur itu perlahan
“Sam, papa butuh ahli pemasaran sepertimu. Papa yakin kamu sudah cukup ahli, dua tahun cukup kamu bekerja di kantor orang lain bukan”.
“Iya pa, Sam tahu. Sam ingin meyakinkan papa.”
“Papa sudah yakin Sam” papanya meyakinkan Sam dengan menega kopi hangat miliknya.
“Hha, papa bisa saja. Sam berangkat dulu pa. Ma, Sam berangkat.”
“Hati-hati Sam. Kamu jangan terlalu focus kerja, carilah kekasih. Jangan seperti kakakmu yang masih terlalu fokus sama kerjaan.”
“Iya Ma.”
“Kamu tak mau membawa mobil, Sam> Tak tega melihatmu gelantungan di kereta.” Goda papanya.
“Papa jangan khawatirkan Sam. Haha”
Sam melenggang pergi. Pagi yang cerah, Sam berangkat dengan Bis kemudian Turun di Stasiun. Pagi ini dia mendapatkan tempat duduk, karena memang dia berangkat lebih awal.
Betapa terkejutnya, setelah melewati beberapa stasiun, gadis kemarin senja naik. Dan betapa terjerambabnya dia, gadis itu duduk disebelahnya. Wangi vanilla itu tetap menggoda. Pagi ini dia memakai celana panjang, kaos putih dan topi. Sepertinya dia suka warna putih, kulitnya juga putih. ‘Cantik sekali’ batinnya.
Setelah beberapa menit meneguhkan hatinya untuk bertanya, akhirnya Sam memberanikan dirinya.
“Kamu suka baca ya>”
Gadis itu sedikit terkejut
“oh, Hallo. Iya, cukupan lah.”
Sam tidak menyangka ternyata gadis ini ramah. Asyik juga.
“Aku kemarin melihatmu membawa buku yang berbeda dengan hari ini”
“Wah, benarkah> Perkenalkan, namaku Elen. Aku bisa baca buku satu sehari.” senyumnya riang
“oh.. oh A..aku Sam. Aku selalu naik kereta, tapi baru kemarin melihatmu” Sam terbata gugup. Kembali menguatkan jantungnya yang semakin berdegup.
“Ya, aku berkeliaran di daerah sini baru dua mingguan. Kantor penerbit pindah. Jadi akupun ikut pindah.”
“Kamu seorang penulis>”
“Bukan. Aku hanya editor. Kamu pasti pegawai”
“Iya, senang bertemu denganmu, Elen. Tapi kita harus berpisah dulu. Sampai jumpa nanti sore yah” Elen tersenyum, Sam beranjak dan tak sengaja menabrak pintu kereta listrik itu.
“Hati-hati, …Sam”
Perasaan Sam, membuncah. Bagaimana bisa dia menabrak pintu kereta yang belum terbuka itu. Memalukan sekali. Tapi, hatinya senang. Sam tahu namanya, Elen. Tapi, apakah laki-laki kemarin itu kekasihnya> Hati Sam mulai rancu lagi. Bimbang seperti Ibu yang takut kehilangan anaknya.
“Aku belum dapat kontaknya. Nanti sore harus berjalan lebih baik. Berbicara santai dan tenang. Fyuuuh”. Sam melangkah penuh semangat pagi ini.
“Syalala, dududu”…