11/11/2015

November, 11-2015

“Secerdik apa pula manusia merencanakan, tetap garis Tuhan yang paling lurus.”

Aku ingin tertawa. Tanpa sanggahan dan tatapan sinis dari kalian yang tak suka.

Aku ingin diam. Tanpa kau berpura peduli dan basa-basi.

Aku ingin merasakan. Ingin kuhidu dengan pasti.

Aku lapar. Aku makan dengan piring tanpa gambar.

Aku haus. Aku minum dari botol kemasan paling laris di seantero negeri.

Aku ingin pulang. Tanpa sepucuk surat dan sebaket bunga kesukaan mama.

Tapi apa daya, rencana Tuhan siapa yang tahu juga. Rencana Tuhan memang yang paling adil. Indahnya Tuhan memang yang paling indah. Skenario Tuhan memang yang paling hebat, meski terkadang susah kumengerti.

Mungkin belum saatnya aku pulang.


Ada banyak alasan dibalik mengapa. Ada begitu banyak ketidak tahuan dibalik jawaban ‘aku mengerti’. Sebesar apa keinginan pulang jika Tuhan tidak berikan ijinnya, maka menanti bukan pilihan yang paling buruk. Karena pasti akan pulang. Garis Tuhan akan memulangkanku. Pulang ke rumah. Tempat dimana hati-hati merindu akan kembali. Meringkuk di pangkuan pintu rumah.


11/03/2015

November, 03-2015

November, 03-2015

Terbayar sudah Rindu-ku

Aku sudah lama menunggu. Mungkin ada yang lebih lama daripada aku. Ada yang mengharapkannya lebih dari siapapun. Untuk mengusir penat asap yang memenuhi langit. Menutupi samudera, ya, Korban ASAP di seberang sana mengharapkannya lebih daripada aku disini yang hanya sebatas rindu.

Kudengar, kubaca, kulihat sendiri beberapa melakukan shalat istisqa’. Agar hujan segera datang. Membasahi bumi. Meluruhkan aroma tanah basah ke penciuman. Dan tepat tanggal 03 November 2015, pukul o1.43 wib dini hari hujan turun. Surabaya, di sebagian tempat (saja). Dengan beberapa kilatan tipis, begitu derasnya tumpah diatas kepala.

Meski hanya sebentar namun, rinduku dijawab. Panggilanku diterima, dia datang. Memenuhi ajakan pemilik rindu untuk bertemu. Menyapa rumput-rumput yang mulai layu untuk kembali gelora. Menyapa atap sebagai tepisan terik yang berteriak bahagia. Menyapa ubun-ubun yang pening penuh keringat menjadi segar. Tidak masalah hanya beberapa puluh menit, asal tubuh ini sudah cukup dia basahi.

Hujan-hujan kali pertama di hujan bulan November rasanya penuh dengan hurrah!!

Terimakasih tak berkesudahan kepada Tuhan, Allah sang pemilik semesta. Semoga saudara kita tidak lagi tidur berselimut asap, mandi berkubang asap, dan tertawa penuh dengan asap. Semoga asapnya cepat pergi.

Setelah setelan tidur basah, dia pergi. Tapi menyisakan mendung yang masih menggantung di langit. Mungkin dia ingin tinggal beberapa waktu. Atau, kita lihat saja.

Selamat pagi. Rindu yang sudah terbayar.



Daf_