8/25/2014

5th International Workcamp, Nganget-Tuban-Indonesia

My name is Fa’id. Indonesian campers who really like trite or do some bullshit. I’m just an ordinary girl that join an extraordinary community with the greatest people inside—Leprosy Care Community, LCC UI. Yes for about 12 days, I’ve spent my gorgeous days there. Nge-camp. But it isn’t like usual camp, we called it International Workcamp! We were gathering not only with Indonesian campers, but also Japanese campers, all was gather in the same place, Nganget, Tuban, East Java. I’m so grateful can join this beautiful kind of social activity. As a volunteer, I’m just really really enjoy the taste, enjoy the scenery, enjoy the joy and happiness, sadness, everything in Nganget.

First day, I felt jet-lag! No no, motor-lag…caused my energy drained on the way to Nganget. Only an hour from my home, Bojonegoro. But I treated well with all campers there. They are just so cool! Acually my group four members, they are Kak Dian, Yuli, Masa, Charisma, Moe, Kak Ari, and Me. Second day, started the schedule, work-day. Group four really enjoyed to rebuild three toilets. After that, our group took a rest in camp for several hours. And the other actually KP (Kitchen Police) just cooked and cooked. Never ending jobs! Erghhh, this place just made me bored to the max because I still didn’t find the THING that I should find. But, the next day, everything had changed. Our group home visited the villagers! We were going to LIPOSOS. And done chit chat with villagers. I felt that day has became drugs which is gain feeling of togetherness there (Nganget). So I just wanna hold this feeling tight after that.

For everyone over there, I have one thing that you guys must know! Don’t ever judge people just by his-her cover. But the real is, everything looked just by his-her cover. See flower! What for the flower always grow just with its leaf if everyone waited for the flower. 

Leprosy isn’t that mystery that you guys have to discriminate them! Leprosy, is a symptom which can clear with the drugs that will be consumption everyday for about 3-9 months. Then everything is oke. Stigma isn’t that good for their life of live. I learned from it, the way they accept of everyone habit outside their community. They are so kind! They are good person. They are an angel that can’t forget easily. Ough well, I already miss them!. Oh yeah, I’ll tell you about mr and mrs Amir, mrs.Sumining! They are a family without children. You can imagine how loneliness their whole day? I think so. When I first saw them, their eyes looked me like want to cry! So I hug them and took a picture together.



For God sake, I can’t leave easily from this place. When farewell party was coming, me, myself, I cry over the night! Yes the camp is finished! The next morning, I was going home with tons of tears. Oke, that’s what I can write, thanks International workcamp! See You next year yah~ I miss you guys! 

8/11/2014

My Bratha

Ma Bratha

Uuyeeaahh, jika berbicara mengenai keluarga atau saudara, apalagi adik laki-laki yang bawelnya setengah hati terus nyebelinnya tingkat akut, yang kudu pergi nyari ilmu dan bakalan lama gak ketemu, ah itu bikin hati nyess sakitnya. Yah meskipun saat bertemu beradu mulut dan tengkar bawaannya, tapi tiap pamit pergi kemana, terus perginya lama, nah, saat itulah kerasa sedihnya dan gak bakal berani tatap muka! Kalau sampe tatap muka, nggak ada semenit udah jatuh air mata. Itulah cinta! Nggak harus diumbar dan dipamerin! Tapi bukan berarti disembunyiin! Tapi dirasakan, dijalani. Kata salah seorang pujangga, dimana saat hati mulai kerap merindu dan memimpikan, maka benih cinta sudah merasuk hadir. Meski kalimat itu agak klise. Ini kenapa jadi ngomongin cinta?

My bratha, dia adikku yang pertama. Dengan banget sama aku, dalam arti yang tidak sesungguhnya. Dekat dalam arti batiniah-nya. Meski dia seorang adik, bukan berarti tingkahnya kekanakan. Justru aku (selaku kakak) lah yang lebih kekanakan. Dia sering menasehatiku, meskipun dengan kalimat ala anak kecil. Misal nih…

Me: Beli burger yah. Laper.

My Bratha: Nggak usah mbak. Pulang aja, ibuk udah nunggu.

Well, why I can’t refuse it? Of course I can’t!

My bratha, dia berusia 15 tahun, this year. Dia punya niat tulus loh pas ditanya ibuk buat lanjutin SMA.

Mom: Beneran mau di pesantren? Nggak mau di SMA A, SMA B?

My Bratha: Aku pengen hafalan Al-qur’anul karim, buk. Pengen sekolah sambil ngaji. Minta do’anya.

Mom: Jangan minta do’a ke ibuk. Nggak pernah kamu minta juga selalu ibu do’ain. Kamu belajarlah yang bener, ngajinya yang bener. Niat hafalan al-qur’annya semoga diberkahi dan dirahmati sama Allah.

My Bratha: Amin (no sounds came out)

Aku malu disini, bagaimana dia bisa sebijak itu. Bukan iri atau apa, dia sudah jauh melihat kedepan. Tidak, kita tidak berbeda. Hanya lewat jalan yang tidak sama. Namun, jangan menyalahartikan pemahaman keluarga yang sudah mendasari kami (anak-anaknya) dengan dasar agama yang turun-temurun dan insyaallah that’s the way we live gitu!


Setelah liburan panjang dirumah bersama My Bratha, akhirnya mala mini, hari minggu malam, tepat selepas shalat Isya’ adek berangkat. Bismillahirrahmanirrahim, dia melangkah keluar pintu. Mungkin tiga bulan atau empa bulan, atau bahkan lebih. Memang ini terlalu berlebihan, berasa ditinggal mati. Bukan! Hanya saja rumah bakalan sepi. Aku juga besok berangkat ke suatu tempat dua minggu lamanya. Kemudian ke Bandung 2-3 hari, terus berangkat rantau cari ilmu ke Surabaya. Bismillahirrahmanirrahim juga, semoga setiap langkah selalu berada dalam lindungan Allah. Amin ya rabbal alamin. 
I love you, brother. 

8/05/2014

This Disease


What “This Disease” that I mean here? Nothing, just something I want to share (not much) with you, although I’m not sure people will read it, ha ha ha.

This morning, my lovable friend, I called her, mama, sent message to me. She was my classmate at senior hi-school. Lu’luil Maknun (The hidden Pearls). What a beautiful name ever. That sentence wrote inside the Al-quran. Mama tidak main-main dengan nama yang dianugerahkan padanya. Dia gadis yang manut pada orang tua dan begitu hormat. Gadis sholeha yang relijius—not in fanatic area.

Pribadinya menyenangkan. Dan menyebalkan—kalau denganku. Suka membuliku. Apa karena mukaku bully-able? ._.

“Paid, gak kontrol hah?” Kalau kalian yang bukan diriku baca sms ini pasti mikir macam-macam. Kontrol? Kontrol apa? Aku gila? Sehingga harus rutin kontrol? Sampai teman dekatku menanyakannya? Enggak. Aku sekarat? Sehingga butuh rekap dari dokter? Aku komplikasi sehingga butuh internis yang memastikan? Entahlah. Itu obrolah yang susah dipahami antara aku dan mama. ._. Yah, pertanyaan itu disampaikan beliau karena memang ada kesamaan disease antara aku dan mama. But, this disease has too many types. Salah satu ada di mama, salah dua ada di aku. Berbeda. Dengan symptoms yang berbeda pula.

“Gak ma, aku males, lelah. Ha ha ha” ß ya begitulah balasan yang kukirim. Aku benci kalimat itu. Kalian tahu kenapa? Jawaban seperti itu bukanlah yang diajarkan agama dan kitab suci. Saat berbicara atau menulis pesan kepada sesama, maka biasakanlah dengan mengucapkan salam dan saling menanyakan kabar. Kalimat tersebut juga menyebutkan malas dan lelah, dua kata yang bermakna negatif dan penuh pesimistis. Bukankah manusia setidaknya selalu berusaha dan memperbaiki kesalahan dan berharap tidak mengulanginya. Dalam kata lelah, secara jelas bermakna keluhan. Allah, Tuhanku, tidak menyukai keluhan hambanya. Kurang apalagi coba yang dikasih Tuhan pada kita jika kita hanya bisa mengeluh, dan selalu merasa kurang dengan apa yang dimiliki. Dengan makin banyaknya keluhan di dalam diri individu, maka semakin jauh pula dirinya dari Tuhan. Jika dia merasa dekat dengan Tuhan, maka individu akan rajin dan pandai bersyukur. Bersyukur dengan senantiasa belajar mencintai ciptaan Tuhan. Apapun. Mulai mencintai Tuhan berarti mulai mencintai ciptaanNya. Mencintai diri sendiri. Bagaimana mungkin individu bisa mengatakan cinta kepada orang lain—memberikan cinta kepada orang lain—apabila tidak bisa mencintai diri sendiri, maka akan tercipta kesalahan dalam penerjemahan mencintai itu sendiri. Mencintai alam. Alam adalah ciptaan Tuhan yang paling luar biasa, sekaligus ciptaan tuhan yang dijelaskan panjang lebar beserta dengan asbabun nuzul di dalam kitab suci. Alam memberikan kemudahan bagi manusia untuk berulah, baik mereka mau menyakiti atau berbaik hati kepada alam, hanya saja manusia yang menyakiti alam akan mendapatkan kejahatan dari alam—bukan dalam waktu yang singkat.

Mencintai apa lagi? Mencintai this disease! This disease adalah pemberian Tuhan bukan? That's why I try to be grateful with this disease. Iri dengan mereka yang tidak bersama this disease? Jangan munafik! Tentu saja, tapi diri ini selalu berusaha untuk menghindarkan perasaan itu. Buktinya seorang alim dari negeri seberang ketakutan saat dalam satu tahun tidak mendapatkan sakit. Beliau takut jika tidak mendapatkan pengampunan. Sakit mengampuni dosa. Tapi bukan berarti saat sakit bebas melakukan dosa. Omong kosong apa lagi itu? Tuhan tidak pernah pilih-pilih mana hamba yang diberi sakit mana hamba yang diberi sehat. Mana tanah yang dilanda hujan dan mana tanah yang dilanda kekeringan. Tuhan itu Sang Maha Adil.


Dengan adanya this disease aku belajar banyak dari nasihat kanan-kiri. Dari mereka yang lebih mengerti tentang ini-itu. Sejak SMA dulu, pas tahu kalau tablet obat temenku (mama) sama denganku, mulai ngerasa, well, this wild world not as cruel as I thought. Temanku (mama) adalah gadis penyemangat yang selalu ceria, lincah, nobody knows that she has been with this disease for several years ago. Let’s keep in touch yah~ _ ~