7/27/2014

Yes, What for? Fashion?

-Pertanyaan membutuhkan jawaban. Jawaban membutuhkan kritikan. Kritikan membutuhkan subjek. Subjek membutuhkan objek. Pertanyaan muncul karena keberadaan sebuah objek-



Jawaban Yes, I am tidak berlaku untuk No, I am not. Begitu pula sebaliknya. Dapat kita lihat pada pertanyaan berikut;

Q: Apakah anda seorang laki-laki?
A: Ya. Saya seorang laki-laki.

Maka tidak berlaku untuk para lelaki mengatakan bukan, aku bukan laki-laki. Lalu mereka apa? Pria? Cowok? Puhlis itu satu jenis! Sama-sama bukan perempuan. Begitupun pertanyaan untuk Apakah anda perempuan?. Namun, akan ada saat dimana jawaban Yes, I am bermakna tidak No, I am not. Misalnya sebagai berikut;

Q: Apakah anda seorang wanita karir?
A: Ya. Saya seorang wanita karir.

Maka belum berarti wanita tersebut bukan seorang ibu rumah tangga. Contohnya juga diri saya sendiri, dimana saya sangat menyukai makanan, tapi saya bukan chef, bukan mereka yang dapat memasak apa yang saya sukai—makanan. Saya menyukai fashion, selalu asyik mengusik Paris Houte Couture, bahkan ribut kalau ada fashion week, tapi saya bukan fashionista. And I am not a fashionable. Let’s say that I am an odd for fashion. But for real I know what fashion du jure, I know. You guys will think more if want to buy this or that caused by price. Yah meskipun tidak semua kalangan mempermasalahkan harga. Namun survey mengatakan bahwa harga menghambat seseorang untuk membeli barang.

Fashion Design? Siapa yang tidak terpesona dengan fashion—tentunya yang masuk akal—baru? Fashion adalah hasil cipta seni seorang desainer yang berasal dari muse nya. Muse adalah mereka yang memberi inspirasi kepada seorang desainer dalam sebuah karyanya—dapat berupa benda hidup (manusia), tempat, atau makanan. Namun terkadang fashion menghambat seseorang untuk bergerak. Dalam segala sesuatu memang dibutuhkan adanya opportunity cost (di salah satu mata kuliah yang aku ambil menyebutkan demikian) dimana jika ingin mendapatkan sesuatu maka harus ada yang dikorbankan. Mencintai fashion bukan berarti mereka semua fashionable. Bisa saja mereka hanya menyukai-mengagumi-memuja sang-mode-baru yang memang selalu memikat. Style itu punya harga. Dig the point on them. But wait guys, ada sebuah quote yang akan membuat kalian tercekik,

“Fashion is not something that exists in dresses only. Fashion is in the sky, in the street, fashion has to do with ideas, the way we live, what is happening.” (Coco Chanel)

Aku bukan seorang yang fashionable. Hellowww siapa yang tidak tahu Alexander McQueen?. Aku selalu sayang dengan karya-karya Dior, Roberto Cavalli, Alice dan Olivia, Charlotte Licha dengan karya mereka yang segar dan menyenangkan serta sangat berani berekspresi—itu keharusan. Ah pasti kalian tahu Stella Jean yang memiliki karya unik dengan kain-kain warna cerah berbahan silk yang berkilau. Calvin Klein, Valentino, Yves Saint Laurent, Nicole Miller. Ah! Terlalu banyak orang-orang hebat yang harus disebutkan satu per satu. Bahkan semua model yang berlenggak-lenggok di catwalk dengan karya beliau-beliau hebat tersebut merasa sangat bahagia. Salah seorang Pembuat Karya terkenal Coco Chanel mengatakan;

“Fashion changes, but style endures.”

Artinya setiap orang memiliki their own style and it is always different each other, actually. Imitasi pun punya perbedaan. Indeed. Meskipun tidak bisa dibantah fashion mengalami perubahan (selalu) atau sirkulasi perubahan yang berulang, tapi gaya itu tetap. Tidak bisa dipaksakan.

Ada juga sebuah quote dari model Polandia, Monika Jagaciak yang  mengatakan bahwa:

“Models are canvas! Designer is Painter! They will be an angel when doing paint in me. I love it.”

Seorang model tidak akan protes dengan apapun yang akan ia kenakan di panggung, karena itu merupakan tanggung jawab dan kebanggaan menjadi seorang model yang akan dipoles dengan cat minyak—yang berupa karya yang akan dikenakan—dengan kuas ajaib para desainer.

Di Indonesia, sekolah fashion design sudah tak asing lagi. Salah satu yang terkenal dengan best quality of INTI College Indonesia Laureate International University yang menawarkan program diploma. Bagi yang tertarik, yah meskipun tidak bisa disamakan dengan Central Saint Martins di London, England, yang well masuknya lewat seleksi ketat, tes ini dan itu, juga biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Juga Instituto Marangoni di Italy yang membuktikan dengan dua orang famous grads, yakni Domenico Dolce dan Franco Moschino.

Baiklah akhiri saja pembicaraan yang semakin meleber kemana-mana. Nikmatilah duniamu wahai para wanita. Beranilah meskipun dalam dunia pria. Pffft <__<

7/24/2014

Jim #

Hai, masih ingat temanku yang bernama Jim? Kuharap. Malam ini aku ingin bercerita (lagi) tentangnya. Terkadang agak jahat bercerita tentang kehidupan orang lain, tapi Jim tidak keberatan jika ceritanya diceritakan kembali pada orang lain. Toh dia merasa tidak ada yang istimewa atas dirinya. Setidaknya itulah yang dirasakannya selama ini, meskipun itu membuatnya tetap bertahan.

Mamanya memberi Jim teman baru, anak anjing poodle warna putih yang menggemaskan. Sayangnya dia tidak mau berbagi gambar anjingnya—Maxkew. Hanya menyebutkan harga dalam satuan dollar yang menggemparkan jika di rupiahkan untuk seekor anak anjing, yakni $ 800 atau senilai Rp. 10.000.000; Ya itu memang mengerikan untuk harga satu ekor anak anjing, bisa digunakan untuk menyewa kontrakan 3 kamar setahun lengkap dengan kamar mandinya. Jim hanya mengirimkan emot tertawa saat aku mengatakan itu. Aku juga bertanya mengapa mamanya tiba-tiba membelikanmu Maxkew?

“…aku juga tak begitu mengerti maksud mama. Mungkin saat aku mati nanti, mama akan melihatku lewat Maxkew atau kebiasaan-kebiasaannya yang akan diingat saat bersamaku? Bukankah itu akan lebih menyakitkan. Lalu mengapa anjing? Mengapa tak memberiku saja adik perempuan? Ha ha ha tidak mereka sudah cukup tua untuk merawat bayi. Bisa-bisa mama harus berhenti kerja untuk mengurusi dua bayi.” Aku mengeryitkan alis saat dia menuliskan dua bayi di kalimatnya.

“Dua bayi?” Aku mengetik dua kata itu saat membalas chat dengannya pagi itu dua bulan yang lalu.

“Iya. Kalau memang benar mama punya bayi lagi maka secara otomatis akan ada dua bayi. Aku dan adik bayiku. Mama akan merawat anak gadisnya yang sakit dan merawat bayi yang belum bisa apa-apa. Aku tak akan mengijinkan mama untuk melakukan hal bodoh itu. Mungkin karena itu juga mama membelikanku Maxkew. Biar aku ada teman saat mama dan papa sedang berada di kantor dan harus lari-lari pulang saat mendapat telepon dariku bahwa aku sekarat, ha ha ha. Sepertinya kata yang kugunakan kedengaran mengerikan?,” aku mengiakan hal tersebut. Orangtua mana yang akan diam saja mendengar telepon dari anaknya bahwa anaknya—anak semata wayangnya—sekarat.

Cara berceritanya yang jenaka terkadang membuat aku yang sehat jasmani merasa malu dengan semangatnya yang tak pernah padam. Pernah sekali Jim bercerita padaku tentang pengobatan alternatif yang disarankan saudara jauhnya yang ada di Amerika sana, dan Jim menjalaninya. Salah satu pagi di musim semi, Jim dan mamanya pergi ke salah seorang dukun kalau orang sini bilang mah. Dukun itu keturunan suku maya yang pandai meramal. Meskipun Jim dan mamanya sudah merasa pesimis sebelum sampai di tempat tujuan, namun mereka tetap saja pergi untuk coba-coba. Padahal akibatnya bisa saja fatal mempermainkan hasil laboratotium dan hasil nalar seorang peramal. Dan lagi jika di logika, apa hubungan peramal dengan penyakit yang diderita Jim? Itu sungguh tidak masuk akal. Setelah tiba di tempat dukun tersebut. Jim disuruh duduk, mulai dibacakan mantra-mantra kemudian disuruh meminum ramuan herbal kering dalam kantung berwarna coklat tua dan dituangkan ke dalam secangkir air putih hangat. Jim berteriak saat meminumnya. Jim berkata rasa ramuan itu mirip rumput kering dicampur dengan kecap asin dan bekicot busuk. Ah aku tidak bisa membayangkannya. Aku tidak pernah memakan rumput dan bekicot, apalagi yang busuk. Lidahku menjadi kusut seketika saat membayangkan ada bekicot dan rumput yang masuk kedalam mulutku. Tidak lain Jim melakukan itu adalah untuk kesembuhan. Aku pernah membaca dalam kitab yang menyebutkan bahwa tidak ada satu umat pun di dunia ini yang mengetahui kapan ajalnya tiba dan tidak pula mampu mencari cara penundaannya. Namun, bukan berarti hanya pasrah dan berdiam diri menunggu maut. Tapi berusaha untuk menjaga kesehata agar tubuh ini atau tubuh kita tidak merasa marah saat meminta pertanggungjawaban kelak saat masa pertarungan di dunia sudah habis.

Jim kuakui ahli dalam bercerita. Bahkan aku tidak bisa bercerita seruntut apa yang telah dia ceritakan padaku. Jim mengatakan pernah secara runtut menyebutkan kebohongan teman sekelasnya. Pertama, saat liburan musim panas. Saat itu teman-temannya menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas akhir bersama, Jim ikut serta. Demi apapun Jim lupa membawa obatnya, dadanya merasa nyeri saat itu juga—kekurangan oksigen yang masuk ke dalam jantungnya. Sehingga Jim jatuh pingsan. Namun masih terdengar sayup-sayup suara teman-teman di sekelilingnya. Nah pada saat itulah dia mendengar temannya tersebut mengucapkan kalimat

“Sudah kubilang jangan mengajak Jim. Dia sudah sekarat dan akan merepotkan siapa saja.” Dan sungguh demi apapun Jim saat itu menangis dalam pingsannya namun dia tidak bisa membuka mata bahkan bernapas dengan benar. Setelah sadar dia berada di rumah sakit, teman yang berkata demikian tadi dengan wajah sendu menungguinya di rumah sakit dan berpura-pura berempati dan matanya mulai berkaca-kaca. Pada saat itulah Jim yang sedang berbaring di ranjang kaku yang menjemukan lengkap dengan aroma rumah sakit serta dengan selang kanula yang menempel di hidungnya atau apalah aku lupa terhubung dengan tangki oksigen besar (jujur saat itu aku membayangkan tangki Liquid Portable Gas) mengatakan bahwa akting temannya—yang aku sedikit lupa antara Tilde atau Tilda aku lupa—sangat mengesankan. Jim menyebutkan segala kebohongan yang diketahuinya dan Tilde/Tilda itu merasa dipermalukan di depan orangtua Jim, dan memutuskan untuk pergi meninggalkan Jim.

Bukankah Jim pengungkap kebohongan yang hebat? Ya, tentunya pengungkap kebohongan yang berani. Meskipun seorang dalam kondisi sekarat atau apapun yang patut dikasihani, mereka tidak akan memilih untuk dikasihani jika mereka memiliki sesuatu yang berharga misalnya ilmu atau nilai atas kehidupan maka hal tersebut tidak akan dipilihnya. Hidup dengan rasa dikasihani lebih menyakitkan daripada dicaci di depan muka sendiri. Hidup dikasihani seolah kita hidup dibawah kendali orang lain, bergantung pada orang lain. Dalam hal ini bukan berarti manusia bukan makhluk sosial, bodoh, tentu saja manusia membutuhkan manusia lain untuk hidup dan tinggal sehari-hari, kumohon jangan naïf. Dia adalah pembela mereka yang direndahkan, dibohongi, dan dibodohi atas nama kasihan.


Sekian ceritaku kali ini mengenai Jim. Aku tidak bercerita dengannya seintens tahun lalu atau empat bulan yang lalu. Hanya saja dia mengatakan akan lebih sering melakukan bypass sebelum akhirnya beralih pada prosedur dokter mengenai kelanjutan koronernya dengan menggunakan angioplasti yang tidak kutahu apa maksudnya. Yang jelas itu mengenai pemasukan jarum ke arteri melalui kateter yang sebelumnya telah dimasukkan dengan petunjuk sinar X. Kudengar dari perbincangan teman-temannya di dinding media sosialnya, Jim sudah tidak masuk kuliah selama satu bulan. Kuharap dia baik-baik saja dan selalu dalam rengkuhan Tuhan. Jim, aku merindukanmu—cerita jenakamu.

7/16/2014

BERBEDA

BERBEDA

Aku bukanlah Tuhan yang bisa mematikan dan menghidupkan manusia secara bersamaan. Aku adalah hamba Tuhan. Yang telah ditiupkan-Nya nyawa 19 tahun yang lalu saat berada di dalam rahim Ibuku. Mengalami perubahan setiap bertambah hari, di mana ada pemahaman yang bertambah mengenai sekelilingmu atau apapun. Begitu pula aku yang mulai merasa tak lagi sama dengan aku beberapa bulan atau beberapa tahun yang lalu. Berbeda. Kesadaranku akan rasa lelah yang semakin tinggi.

Hanya beberapa ratus langkah sudah mengharuskanku untuk letih, lelah, berkeringat (sesaat), berhenti, baik itu untuk duduk atau hanya berebut oksigen dengan mereka disekelilingmu. Kurasa lubang hidungku sudah cukup besar untuk berebut lebih dulu. Tapi sepertinya masih saja kurang yang masuk kedalam paru-paruku. Oh aku sekarat? Tidak, aku hanya lelah. Kenapa senang sekali mendengar aku sekarat? Belebeh. Aku hanya merasa mudah lelah. Apakah ini yang sering mereka sebut dengan faktor “u”? Tidak. Tentu saja ini berbeda. Ada yang salah denganku. Dan memang diriku telah menjadi berbeda. CT Scan terkadang mengajak bercanda. Wahai tubuh yang kurang mendapat perhatian (khusus) dulu dan agak ke sekarang ini, maafkanlah sang pemegang kendali otak di kepala dan hati di dalam rangkaian rusuk memanjang di badan ini. Bukankah memang dalam kitab disebukan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa? Iya memang. Tapi tidak perlulah itu dilakukan dalam kesengajaan. Karena tanpa sengaja itu sudah sering terjadi. Tapi tidak kudapati adanya kata “berbeda” yang mengusikku setiap malam. Mungkin aku hanya manusia yang diuji imannya. Sedang. Diuji. Untuk pembenaran ke kebenaran. Sesungguhnya apakah pembenaran itu benar-benar BENAR atau hanya menurut mereka yang melakukan pembenaran? Begitu pula dengan rasa atau aksi berbeda dari apa yang terjadi padaku benar dirasakan mereka yang bukan aku sebagai sesuatu yang memang BERBEDA?

Aku tidak mengatakan aku berbeda denganmu, dengan kalian, tidak. Aku hanya menyebutkan aku (agak sekarang) sedikit/banyak berbeda dengan aku (agak dulu). Terkadang susah menjelaskan ini kepada mereka yang dekat denganmu, yakni keluarga, sahabat, pacar, teman, atau musuh sekaligus. Lebih senang menjelaskan padamu wahai catatan yang tak hidup dan tak bernyawa—yang sangat mudah memahami dan selalu mendengarku dengan arti yang tidak sebenarnya. Sulit mengawali kata atau pujian atau umpatan apa yang akan kugunakan untuk mengatakan tentang keluhanku terhadap diriku (sendiri) kepada orangtua. Gilakah itu?

Aku yakin pasti kamu, atau kalian disana pernah merasakan hal gila semacam ini. Aku berbeda. Berbeda. Tak lagi tak mudah lelah seperti dulu. Bebeda. Tak lagi hanya suka menghibur dan tertawa seperti dulu. Berbeda. Tak lagi tak menyembunyikan apa yang kuungkapkan yang kukatakan telah kusebut kesemuanya. Berbeda. Tak lagi akan banyak menyisihkan uang untuk membeli keinginan daripada kebutuhan. Berbeda. Tak lagi akan menyumpal hidung karena aroma rumah sakit yang menyebalkan dan menyesakkan. Berbeda. Tak lagi bising dengan tangisan yang meraung di koridor kamar mayat dekat ruangan ICU. Ya, semuanya sudah berbeda. Karena apa? Tuhan memberi pemahaman lebih? Oh ya! Tuhan memang maha baik. Pecundang jika kamu mendustakan pemberian Tuhan atas pemahaman-Nya yang di anugerahkan kepadamu, wahai hamba.

Siapa yang tidak tahu warna pelangi tidak hanya merah, kuning, dan hijau? Ada yang tidak tahu, mereka yang (sedang) dalam ketidaklengkapan indera. Jangan naïf. Ya aku tahu. Aku mengerti. Maaf. Buat apa banyak-banyak menyebut maaf jika itu tidak bisa merubah yang lalu dan tetap diulangi di masa yang akan datang. Terkadang diam diharapkan. Terkadang dia dicaci. Mengapa hanya diam?

7/13/2014

Creambath


Hai gals, hari ini mau ngomongin creambath ah, kebetulan tadi siang baru selesai, jadi pijatan mbak-mbak salon-nya masih kerasa di kepala.
Apa sih creambath itu? Cream+bath? Anak TK juga tahu kali artinya creambath. Bermandikan krim. Hellowwwww! Itu mah arti secara kamus. Terus creambath sendiri itu artinya apa? Diterjemahin sebagai bentuk lain dari keramas dengan menggunakan krim tertentu untuk proses perawatan pada rambut.
Jadi gals, ada beberapa macam creambath, kebetulan sudah mencoba beberapa macam diantaranya. Pertama, Creambath biasa ß maksudnya? Ya biasa. Cuma di keramasin pakai shampoo sesuai permintaan. Kemudian seluruh permukaan rambut hingga ke pangkalnya di olesi dengan krim (sesuai keluhan pelanggan—ginseng untuk rambut rontok, lidah buaya untuk rambut tipis, dan masih banyak lagi yang lainnya) dingin dari freezer. Kenapa dari freezer? Karena itu akan membuat kulit kepala dan rambut menjadi segar. Lalu kepala akan dipijat-pijat untuk merefleksi aliran-aliran darah yang kaku dan mengurangi stress. Kemudian setelah setengah jam dipijat, rambut akan dibungkus dengan kain setengah basah kemudian di steam dengan alat yang entah namanya apa selama kurang lebih setengah jam. Atau ada beberapa yang hanya di bungkus dengan pembungkus hair mask. Kemudian setelah dirasa cukup, rambut akan dibilas hingga bersih dan dikeringkan.
Kedua, creambath matrix. Matrix adalah nama salah satu produk perawatan rambut. Jadi jika menggunakan produk matrik, maka dari proses keramas hingga krim yang digunakan untuk dioleskan ke rambut adalah produk dari matrix. Dengan prosedur dan pelayanan yang sama namun harganya beda, karena krim dari matrix lebih bagus dan terbukti hasiatnya dari banyak pelanggan yang sudah datang dan mengujinya. Lalu apakah creambath biasa tidak sebagus matrix? Belum tentu! Karena creambath biasa justru kita bisa minta penggunaan shampoo dan conditioner yang paling bagus. Hal itu diikutsertai oleh keluhan dan masalah dari rambut sendiri.
Ketiga, creambath totok. Ini yang berbeda diantara dua sebelumnya. Creambath ini biasanya gak semua mbak-mbak salon bisa, karena ada titik tertentu yang akan diberi totokan dan rasanya lebih segar saat selesai creambath ini, begitupun harganya yang lebih mahal (sedikit) tapi worth it lah ya. Creambath ini menghabiskan waktu lebih lama meskipun prosedur dank rim yang digunakan bisa saja sama. Namun, ini lebih pada totok di titik tadi, jadinya rasanya beda, nggak kaya pijat-pijat biasanya.

Creambath nggak hanya buat cewek kok, cowok juga oke-oke aja. Buktinya kemaren yang disamping saya om-om ganteng yang well punya anak dua diajak ke salon. Demikian creambath yang saya tahu. Bagi info dong tentang creambath versi anda ;)

7/08/2014

Gathering LCC (Leprosy Care Community)

Yeay! Selesai gathering bareng para Volunteer LCC (Leprosy Care Community) di KFC am Darmo, Surabaya. Sekalian buka bersama. Yeay I’m happy with lots of nu friends. 

LCC adalah nama komunitas peduli Lepra seluruh Indonesia yang rutin menggelar pengabdian di berbagai daerah di indonesia di mana disana terdapat mereka yang mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan mengenai stigma sosial atas penyakit Lepra atau Hansen's disease

Agenda gath tadi dimulai dari perkenalan yang asyik banget. Member terpilih seleksi buat IWC2014 dari Surabaya Cewek semua. Cocok gitu buat bikin girlband or whatever booming now bout dancing and singing, oh hell. Gath pada tanggal 8 Juli 2014 dihadiri oleh 7 gadis yang 1 diantaranya adalah guest star, namanya Ratih. Perkenalan terjadi singkat. Ada koordinator kelompok region Jawa Timur, Nisa Amira jurusan Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Airlangga 2012, diriku sendiri, Charisma Hilda Dwi yang sumpah kerjaannya nyepik sama aku. Bikin rame tempat makannya gitu deh. Ada dek Mey, dek Fitri, dek Risa. Meskipun aku manggilnya dek, tapi tadi berasa tingkahku lebih childish daripada mereka. I'd better say it late than never. 

Agenda kedua adalah penyampaian barang-barang that we should bring and not. It was just really amazing. We will have an event, namely International World Camp 2014 di desa Nganget, Tuban, Jawa Timur, Indonesia. Dihadiri oleh sekitar 25 peserta atau Volunteer dari Indonesia yang berasal dari tiga Universitas negeri, UI, Undip, Unair serta 10 peserta Volunteer dari Jepang. Lumayan banyak yang harus dibawa karena diketahui Camp yang akan dijalani berlangsung dua minggu. Hurrah! I will spend my whole life for two weeks with the nu them. I hope it will be such a beautiful moment. Bismillah.

I'm sure i would get so many knowlegde and good story for my next jouney! Thank God you bring me here~

Here they are~ 

7/05/2014

NgabubuREAD

Kosan sudah berasa Rumah pas di Surabaya. Ya meskipun berbeda. Tapi buka puasa dan sahur juga di kosan. Di dalam kamar, sendiri. Sedih? Iya. Sedih nggak di rumah sih tepatnya. Bukan sedih sahur dan buka sendiri. Itu emang wajar. Orang sekamar memang sendiri. Ada yang nemenin cuma nggak nampak saja.

Hari ini kuputuskan untuk ke Gramed. Kemaren Gramex. Yah ngabubuREAD gratis dengan buku-buku yang segelnya kebuka. ß Anak kosan deh ya. Sekitar jam 3 lebih dikit tadi berangkatlah diri ini. Keluar kos. Dengan uang 30 ribu rupiah. Niatnya naik angkot, eh tergiur ada taksi lewat. Jujur bukan sombong, bukan gak sayang duit atau apalah. Panas banget!. Dan niat tangan ini melambai ke angkot, eh yang berhenti duluan taksinya. Ah yaudahlah ya, kasian bapaknya, nanti aku dibilang pehape lagi, kan gak enak. Di dalem taksi, aseli bapaknya ramah banget, nanyain dari manalah, basa basi pokoknya, sampai akhirnya nanya,

“Anak jaman sekarang itu ya, jam-jam segini pada menuhin mall, eh mbak ke gramed. Mau beli buku” Bapaknya ngelirik kearahku yang memang duduk disamping kursi kemudi.

“Hehe, nggak cukup pak duitnya buat makan di mall. Saya cuma mau baca buku, lumayan buat nunggu maghrib.” Kemudian aku berlanjut mainan twitter gak jelas.

“Hati-hati ya, mbak. Surabaya ini udah nggak kayak dulu lagi. Udah jahat.” Nah loh, aku terkejut mendapat kata-kata bapaknya, , , aku hendak menjawab tapi bapaknya lanjutin bicara.

“Sama keluarganya saja saingan. Sama temennya apalagi. Jangan mudah percaya sama orang, mbak. Percaya sama gusti Allah aja.” Bapaknya kemudian senyum dan well mendadak aku memahami kata jahat yang dimaksud bapak ini.

Jahat, saat dimana kamu dapat berakhir kapan saja, saat kamu bisa dicurangi oleh siapa saja, keluarga sekalipun, teman sekalipun. Kepercayaan pada seseorang tidak lagi sesuatu yang sakral, bahkan kerap kali di permainkan. Yang jelas jangan sekali-sekali mempermainkan kepercayaan Allah yang sangat sakral.

Setelah terhening beberapa menit. Ternyata taksi sudah berhenti di depan Gramedia Manyar yang macet mobil rebutan nyari takjil, kayaknya. ß Bercanda deh. Kemudian aku menghembuskan napas lega. Angka 14950 tertera di argo taksi, dan segera membayarnya. 15000. Kemudian masuklah ke gramed dengan pendingin ruangan yang membuatku merapatkan jaket.

Di lantai dua, subhanallah. Rame ternyata. Pada ngabubuREAD like me lah ya. Kulihat ada diantara mereka yang sedang baca bukunya Dan Brown ‘Inferno’. Yang bikin aku terbengong adalah beliau yang sekitar berusia 40 tahunan itu ternyata baru beli. Terbukti dengan bungkus plastik dan struk pembayaran di pangkuannya. Aku memilih duduk di sofa panjang (sedang) disamping beliau. Beliau menoleh dan tersenyum hangat. Sayang dikalahkan dinginnya AC.

Kemudian aku melanjutkan bacaanku dua hari lalu, Dear Kitty tulisan Anne Frank. Catatan hidup seorang gadis kecil yang menjadi tawanan Nazi pada masa lalu itu dengan satu keluarga lain selain keluarganya. Kelaparan dan jengah dengan penjara yang jauh sangat dari hingar bingar. Aku sebenarnya ingin beli, tapi duit tinggal 15 ribu, buat naik angkot balik lah ya.

Setelah baca sekitar beberapa bab, aku memutuskan untuk balik ke kos. Kan berbukalah tepat waktu, dan makanlah saur sesedikit apapun itu, karena kamu akan mendapat berkahnya disana. Huyeah, I’m ready to back.


Selamat ngabubuREAD. Selamat mencintai. 

Forgettable Me


Hari ini aku akan kembali bercerita tengtang Me. Iya Me. Dia adalah gadis belia awal, seperti gadis seumurnya yang lain. Suka bersenang-senang dan berteman. Kurasa semuanya juga suka berteman. Dia punya tiga sahabat kecintaannya, Franklin, James, dan Rebecca. Tapi sepertinya, kecintaan Me terhadap sahabat-sahabatnya bertepuk sebelah pihak. Mengapa begitu?

Me tidak pernah mengetahui itu, Me hanya menganggap dia mencintai sahabatnya dan sahabat-sahabatnya mencintai. Ternyata kenyataan berkata sebaliknya. Hanya dia pihak yang terlupakan. Forgettable Me. Mengapa? Apa salah Me? Apakah Me pernah berbuat salah pada mereka? Entahlah.

Pada suatu pagi, Me mengirimkan pesan kepada sahabat-sahabatnya dengan isi yang sama, ucapan selamat pagi dari seorang sahabat yang merindukannya. Me sudah sekitar dua minggu tidak bertemu mereka karena masa libur sekolah. Kalian tahu seperti apa respon Franklin, James, dan Rebecca yang kebetulan pagi itu mereka sedang berangkat ke Pulau Penyu—salah satu tempat penangkaran penyu terbesar di Bali. Mereka saling bertatapan satu sama lain dan menertawakan isi pesan dari Me.

“Norak sekali.” Franklin buru-buru menghapus pesan tersebut dan kembali memandang laut lepas dari atas kapal kecil yang sedang menyebrangi laut menuju Pulau Penyu. Hal tersebut dilakukan serempak oleh James dan Rebecca juga.

“Untung kita nggak ngajakin Me kesini. Dia akan sangat norak dan berteriak-teriak karena kecintaannya pada laut. Menjengkelkan.” Rebecca terlihat bersungut-sungut saat mengucapkan kalimat itu. James menanggapinya dengan anggukan dan memasukan ponsel ke kantong celananya.

“Ngapain juga kita ributin Me, kan kita lagi liburan. Lagian sih Me itu sok misterius pake acara ijin sana sini kalo mau kemana-mana, ngrepotin. Eh besok ke Ubud yuk…” Ajak James dengan mata berbinar kepada sahabat-sahabatnya.

“Boleh, aku kangen sup mi di salah satu rumah makan yang dulu pernah kita kunjung itu.” Ucap Rebecca tak kalah semangat.

Sementara di tempat terpisah Me sedang tak sabar menunggu balasan sahabat-sahabatnya. Padahal tidak ada satupun diantara mereka yang membalasnya, bahkan pesan dari Me sudah lenyap terhapus.

Hari-hari berlalu tanpa kabar dari sahabat-sahabatnya, Me merasa rindu. Khawatir dari beberapa hari yang lalu pesan-pesan darinya tidak satupun mendapat balasan. Hingga pada hari itu dia bertemu dengan salah satu teman sekelasnya di Plaza saat Me menamani mamanya belanja.

“Hai Me, kamu sendirian aja?” Gadis yang lebih pendek darinya itu terlihat keberatan membawa barang belanjaan sehingga Me membantunya membakannya dan berjalan mengikuti temannya yang diketahui namanya Nadine.

“Sama Mama, belanja. Kamu mau nyari taksi?” Me bertanya sambil berjalan berbagi lengan kantong plastik besar itu dengan Nadine.

“Iya. Makasih ya, mama nyuruh belanja.”

“Kamu hebat ya, belanja sendiri.” Me mengacungkan dua jempolnya kepada Nadine dan ditanggapinya dengan senyuman.

Kini mereka sudah sampai di pintu keluar, menyelesaikan pembicaraan.

“Kamu tidak ikut Franklin, James, dan Rebecca ke Pulau Penyu?” Me terlihat terkejut mendengar pertanyaan Nadine? Me kemudian menggelengkan kepalanya dengan keras.

“Oh, baiklah. Terimakasih banyak Me sudah bantu. Salam buat mama kamu yaa…bye.” Kini Nadine sudah masuk ke dalam taksi yang sedari tadi sudah membukakan pintunya, ia melambaikan tangan ke Me dengan membuka jendela taksi yang sudah melaju perlahan meninggalkan Plaza.

Me masih tidak menyangka ternyata sahabat-sahabatnya itu pergi berlibur bersama. Tanpanya. Tanpa dia sangat mencintai sahabat-sahabatnya itu. Me menghela napas panjang menahan muram di wajahnya dan kembali menemui mamanya yang sedang keberatan dengan troli belanjaannya.

“Ma, tadi Me abis antar teman bawa belanjaan.”

“Siapa? Franklin? Tumben sekali dia mau belanja.” Me menggeleng. Mamanya mengeryitkan alisnya. “James?” Me kembali menggelengkan kepalanya. Mamanya semakin mengerutkan dahinya. “Pasti Rebecca…” Me gemas dan kembali dengan keras menggelengkan kepalanya.

“Bukan Ma, nama teman Me, Nadine.”

“Kamu tidak pernah bilang pada mama punya teman namanya Nadine.”

“Sekarang Me punya.”

Me yang terlupakan tidak pernah membenci atau balas dendam seperti apapun kepada Franklin, James, dan Rebecca. Justru Me masih sering jalan dengan mereka setelah liburan berakhir. Dan ternyata benar, Me terlupakan. Bahkan kini tertinggal di belakang saat mereka sedang jalan bareng. Me terpisah dari lingkup Franklin, James, dan Rebecca. Berbeda ruang dan waktu. Tidak lagi dianggap. Dan ternyata selama ini mereka menemani Me hanya karena kasihan. Gadis belia awal sakit-sakitan yang harus minta ijin tiap hendak kemanapun—dan itu sangat merepotkan.

Me hanya memohon dalam do’anya untuk punya satu kesempatan lagi agar sahabat-sahabatnya itu kembali dan menganggapnya. Dan dia memohon agar diluar sana dia bisa berteman, lebih banyak lagi, tidak hanya mereka bertiga tadi. Meski Me terlupakan, tapi dia akan berusaha tidak balas melupakan. Karena dia tahu, bagaimana sakit rasanya jika dilupakan. Tak dianggap. Dan menjadi momok merepotkan.



Sekian cerita dari Me yang terlupakan. Aku harap Me selalu dalam rengkuhan Tuhan. Ameen.

7/04/2014

Jim

Hai, hari ini aku ingin bercerita tentang temanku. Teman perempuanku, namanya Jim. Jim? Perempuan? Iya namanya Jim, Jimmy Zand. Bukan nama samaran, itu namanya—pemberian orang tuanya. Dia seorang teman yang gemar berbagi cerita padaku. Cerita tentangnya, dia hanya ingin aku mengetahuinya. Teman yang baik, pencerita yang baik, pemberi senyum yang baik, pengungkap kebohongan yang misterius.

Jim, seumuran denganku. Rambutnya berwarna pirang pendek, bermata biru dan menyenangkan. Dia tinggal di Stockholm, Swedia. Dan dia bilang, dia bangsa Nordik campuran inggris. Well, salah satu mata kuliahku mempelajari tentang etnografi bangsa-bangsa, aku mengingat bangsa Nordik ini (sedikit). Dia bekerja pada salah satu majalah fashion di sana, fotografer muda. Dia banyak mengajarkanku tentang bagaimana mengambil foto bulb yang baik, bagaimana mengatur shutter speed untuk mendapatkan gambar freeze yang baik. Tapi tetap saja, aku tak mengerti maksudnya. Kameraku bukan kamera professional seperti miliknya. Aku hanya mengiakan aku mengerti, jika aku tak ingin mendapatinya melotot kearahku dan mengumpat—aku tahu dia hanya sebal dengan bebalku.

Jim mengatakan tidak ada yang istimewa atas dirinya. Biasa. Dirinya, hidupnya, pekerjaannya, pendidikannya, dia tak pernah bercerita padaku tentang percintaannya. Mungkin belum. Atau jangan-jangan dia tahu aku sedikit alergi dengan perbincangan tema itu? Haha. Dia kuat. Apa dia titisan dewa? Please deh jangan mulai dramanya. Kuat nya bukan kayak Hercules gitu, dia kuat dengan rasa sakit yang ada padanya. Dia disakiti? Tersakiti? Dia adalah gadis yang tinggal tidak hanya dengan keluarga tapi dia juga tinggal with coronary heart disease. Itu yang membuatku menyebut dia gadis yang kuat. Jim berteman dengannya sejak dia sekolah menengah awal, saat umurnya 13 tahun. Awalnya dia tidak pernah menyadari gejala-gejala yang dialaminya selama beberapa bulan sebelum dia mengetahuinya. Ini cuplikan ceritanya padaku,

“…..apalagi minggu-minggu itu aku merasa mudah sekali kelelahan, padahal tak melakukan kerja berat. Aku kan siswi, jadi hanya sekolah, latihan futsal dan pulang. Tapi tiap selesai latihan aku rasanya siap pingsan disertai keringat dingin, seperti demam. Setelah itu aku mengambil beberapa menit untuk duduk selonjoran, rasa ingin pingsan dan keringat dingin hilang. Kemudian aku pulang dengan keadaan baik-baik saja. Pada saat itu aku hanya merasa, setan lapangan futsal sedang menggodaku. Mungkin aku yang paling cantik diantara yang lain, hahaha. Aku juga sering sekali merasakan nyeri di dada, bukan kanan atau kiri tapi kanan-kiri. Akhirnya aku basa-basi mengatakan pada papaku, karena mama sedang lembur kerja malam itu. Yah, mengatakan aku sering lelah dan rasanya mau pingsan. Respon papa berlebihan, meski aku tahu dia bercanda. Papa mengatakan bisa saja itu gejala penyakit jantung, tapi papa tak yakin dengan itu. Akhirnya dua hari setelah malam itu, mama menemaniku ke dokter, dokter internis. Ternyata dugaan papa benar, jantung koroner, penyempitan pembuluh jantung. Bukan hanya aku yang terkejut, mama dan papa juga, tapi mereka tidak bertindak ekstrim dengan menangis tersedu anaknya akan mati atau bagaimana, justru mereka menenangkanku yang paling tidak tenang. Yah, mulai dari situ aku menjaga pola makan, olahraga, dan jarang aktivitas berat, futsal juga tidak. Kata dokter jantungku, ada keturunan keluarga dan juga stress bisa jadi penyebab, kurang istirahat dan pola makan yang buruk. Panjang ya? Aku bahkan tidak sadar sudah menulis omong kosong ini, haha.”

Jim mengatakan koronernya terkadang membuat dia sering bolos kuliah karena tak ingin orang di luar sana akan repot jika dia pingsan, tapi itu jika paginya dia merasa nyeri di sekujur punggung dan rahangnya, tak lupa dadanya. Melelahkan bukan? Aku saja yang mendengar (membaca) ceritanya sudah kelelahan membayangkan hidupnya. Tapi dia bertahan, dan ingin hidup keluar dari kata biasa. Aku salut dia selalu bersemangat, bahkan hanya untuk bercerita sekalipun, karena itu sangat berharga katanya. Strong Girl~


Cerita Jim mengingatkanku pada kematian, memang wajar dan itu pasti, ada yang datang dan ada yang pergi. Mungkin itu pula yang dirasa Jim setiap hari dan membuatnya memilih berbaik hati dan patuh pada orang tuanya, mumpung masih ada hari yang bisa dilewati, pilihlah untuk melakukan sesuatu yang lebih indah dari sebelumnya, yang lebih menarik dan mengesankan. Dan aku akan bercerita tentang sifat Jim yang lain. Pengungkap kebohongan? Tunggu saja. 。◕‿◕。
Jim

Surat(an)



Surat, menyenangkan menulis sebuah surat di waktu sekarang. Rasanya seperti berjalan mundur dan meletakkan ponsel—yang menjadi media pengirim surat yang paling cepat kepada penerima sekarang ini. Akan terasa berbeda sensasinya jika menulis surat dengan jari telanjang ditemani tinta dari pulpen. Apalagi mendapat surat dari Tuhan, luar biasa sensasi yang dirasakan. Di Al-qur’an, 144 surat untuk kita, itu adalah dari Tuhan. Luar biasa kan sensasinya? Tentu saja. Tuhan juga menuliskan surat untuk SETIAP manusia di bumi, SURATAN, atau beberapa menyebutnya suratan takdir, atau disebut sebagai qada’ maupun qadar dalam islam.

Apakah takdir tidak bisa diubah? Siapa bilang tidak? Tidak bisa mengubah takdir yang sudah terjadi atau sedang terjadi. Ditakdirkan terlahir oleh Ibumu, tidak bisa protes pada Tuhan untuk mengembalikanmu dan memindahkannya ke rahim orang lain. Telah tertulis dalam suratan bahwa dirimu akan membaca tulisan ini (sekarang), tidak bisa kamu membalikkan waktu kembali saat belum membaca ini. Namun, tidak dipungkiri ada takdir atau suratan Tuhan yang bisa diubah. Apa saja itu? Umur, rejeki, dan kesehatan.

Umur, Tuhan menuliskan dalam suratanmu bahwa akan kembali jiwamu padaNya suatu saat nanti, tapi setiap hari kamu melakukan kebaikan, berbakti pada orang tua, beramal budi pekerti baik, maka Tuhan akan memberimu umur panjang. Rejeki, Tuhan yang menuliskan kamu yang menentukan. Saat kamu bekerja di sebuah perusahaan sebagai karyawan marketing yang rajin, bekerja dengan ikhlas, giat, cekatan lagi. Kamu tidak pernah mengeluh, dan berusaha dengan keras untuk memaksimalkan hasil kerja agar perusahaan dapat untung, maka usaha yang kamu lakukan tidak akan terbang lebas tertiup angin. Karena chief director ternyata melirik cara kerjamu dan kamu diangkat menjadi staff manager yang lebih baik karirnya daripada sebelumnya. Kemudian kesehatan, siapa yang akan memilih sakit jika disana ada pilihan untuk sehat? Tapi Tuhan baik. Tuhan memberi sakit. Kenapa? Karena Tuhan ingin menunjukkan betapa indah, betapa nikmat, betapa bahagianya saat sehat. Saat kamu diberi rasa sakit, kamu berusaha untuk menyembuhkannya, tetap berdoa, memohon kesembuhan, dan kamu sembuh.

Semua sudah tertulis, ditulis oleh-Nya. Lalu apakah akan kamu protes suratan dari Tuhan itu? Tak ada satupun orang di dunia ini yang akan memilih sakit dan mengingkari sehat. Sungguh bersyukur para penerima kesehatan dari Tuhan. Karena banyak diantaranya yang sedang meringkuk, meringis, menangis, menahan sakit. Mengeluh diberi rasa sakit? Terkadang ada diantara mereka yang mengatakan bersyukurlah masih diberi sakit, karena sesungguhnya Tuhan masih perhatian padamu dan menghapus beberapa dosamu lewat rasa sakit itu karena kamu ikhlas menjalani sakitmu dengan tetap memohon padaNya. Tapi tidak dapat dibohongi, manusia terkadang lelah, terlalu lama dengan kesakitan. Terlalu lama dirundung luka. Padahal segala upaya telah dilakukan untuk menghapus sakit, menghindarkan luka. Tapi apa daya. Suratan berkata lain.


Wahai kamu, jangan dengan begitu mudah menyalahkan atau mengatasnamakan sesuatu pada suratan. Karena suratan bukan sesuatu yang bisa diprotes, dihujat, atau dipicingkan, bukan. Suratan itu istimewa, khusus Tuhan tuliskan untukmu, manusia.